Skip to main content

Posts

Kamu Adalah Perbuatan Baikmu

SATU hal baik yang muncul dari malam itu adalah Renata bersenandung kegirangan setelah bercerita panjang. Ia menyeringai senang karena sudah membuka banyak sisi lain dirinya kepada Betty. Ya, dalam urusan itu, Renata memang senang bercerita, terlalu sering malah, maka ketika pikirannya sedang mabuk tertindas berbagai tekanan, kepada Betty lah ia menumpahkan  air matanya.  Berbeda dengan Betty, ia justru cenderung tak pernah bercerita mengenai dirinya. Mungkin ia ingin, tapi tak sempat karena pada saat itu Renata lebih sibuk menceritakan masalahnya. Biarpun begitu, minatnya tak surut mendengar cerita lanjutan dari Renata. Betty dan Renata sudah turun dari rooftop . Mereka berjalan menuju kamar mandi, mengambil wudu. Salat selama kurang dari satu menit itu sudah cukup untuk membebaskan Renata dari ocehan temannya. Jika Renata kekeh ingin berlama-lama di atas, Betty bakal mengolok-ngoloknya kafir sebab tak mau salat.  “Mukamu tidak terlihat kusut lagi.” sahut Betty setelah usai mendir

Menawar Nasib Kehidupan

Renata sedang duduk melamunkan kesumpekan hidup. Tiba-tiba Betty bercerita bahwa kemarin teman kuliahnya ditemukan tewas gantung diri di kamar kosnya, “gara-gara terbebani masalah tugas dan uang kuliah.” kata Betty mengakhiri cerita. “Kok bisa?”  sahut Renata setengah tidak percaya. “Begitulah jika mudah menyerah pada keputusasaan” kata Betty sebelum melanjutkan, “memusingkan hal-hal kecil cuma bikin hambatan untuk hidup kita.” “Apa yang kamu anggap kecil belum tentu sama dengan yang diyakini temanmu itu. Siapa tahu ada masalah besar yang sedang dihadapinya. Betty tersenyum. “Begitu banyak hal-hal yang kita anggap sebagai masalah besar sebetulnya hanyalah masalah kecil yang kita ubah sendiri menjadi masalah besar. Mengakhiri hidup dengan gantung diri tidak semata-mata membuat masalah itu selesai.” Renata menatap Betty dengan perasaan agak kecewa. Ya, ia kecewa. Air mukanya berubah seperti menahan sesuatu yang mengguruh di dadanya. Bagaimanapun, ia merenungkannya juga perka

Merayakan Segala yang Berisik dan Berbisik di Kepala

D alam satu badai penuh rasa bosan, ia terdampar di sebuah kamar paling berantakan di dunia. Sudah tiga puluh menit ia duduk memandangi laptop usangnya, namun tak ada satu kata pun yang berhasil ia tulis. Ia heran sejak kapan dirinya bertambah dungu. Barangkali terlalu banyak tidur membuat otaknya tidak bisa difungsikan lagi dengan baik, atau mungkin sudah takdirnya ia menjadi manusia paling bodoh. Entahlah, yang jelas di malam itu ia merasa tak berdaya menuliskan satu kalimat pun. Kemudian ia akhirnya menyerah dan merebahkan kembali tubuhnya ke kasur yang lugu. Sembilan hari mendatang Kalani genap berusia 23 tahun. Ia berpikir sebentar lagi ia akan berakhir menjadi perempuan tua yang membosankan, yang menghabiskan sepanjang harinya dalam kemonotonan yang sama: makan, tidur, makan, dan tidur lagi – hingga ia menjadi orang buangan dalam dirinya sendiri. Kalani tak mengkhawatirkan itu, yang ia khawatirkan hanyalah satu kebenaran tentang bahwa dirinya benar-benar payah dalam hal apa

Orang Memanggilnya Si Pesimis

Bukankah kebanyakan orang selalu memulai cerita dengan kata-kata yang begitu murahan seperti, “Pada suatu ketika” atau, “di malam itu” atau yang lebih murahan lagi, “legenda menyebutkan.” Pernah kau memperhatikan itu? Para ibu senang betul berkata jika kebanyakan kisah tidak benar dan biasanya tidak dimulai seperti apa yang kau harapkan. Mereka dimulai pada suatu hari yang biasa dengan orang-orang biasa.                         Inilah salah satu dari kisah itu... November sudah hampir habis. Si Pesimis – begitulah orang-orang memanggil dirinya – justru semakin tidak waras. Kesedihannya semakin menjadi-jadi. Kegelisahannya semakin menguasai dirinya. Ketika ia buang tahi sekitar pukul delapan pagi tadi, ia merenung lebih lama dari sebelumnya. Lama ia berjongkok, bukan karena susah mengeluarkan tahi-tahinya, melainkan ia sedang memikirkan banyak hal. Pikirannya penuh, tapi hatinya kosong. Tubuhnya kian menua, tapi hatinya serasa bayi yang cengeng. Lalu, sambil menikmati saat-s

Mencintai Diri Sendiri

Matahari sudah menyala jingga, namun Renata masih menangis mengguguk-guguk di teras rumahnya sesudah membaca buku yang judulnya cukup membuat dahi Betty mengkerut. Betty yang menyaksikan langsung membawa diri duduk di sebelah gadis yang baru saja mengalami patah hati. “Sakit hatimu jangan dibenarkan dengan membaca buku cengeng seperti itu.” kata Betty spontan sambil menarik kursi. “Setidaknya separuh luka-luka masa laluku terwakilkan di sini. Semua yang terangkum di buku ini sama persis seperti aku yang tengah merayakan kehilangan.” jawab Renata. Betty menyahut, “Anggap saja itu pelajaran yang datang dari Tuhan. Qod jaaa`atkum mau’izhotum mir robbikum wa syifaaa`ul limaa fish-shuduuri! ”. “Aku tidak memintamu untuk pamer ayat!" “Justru pitutur ayat tadi bisa membasuh hatimu yang sedang pilu. Tuhan tidak pernah salah mempertemukanmu dengan seseorang. Terkadang ada luka-luka yang mendewasakan untuk menjadikan kita sebagai manusia yang lebih baik dalam menyanyangi sesa

Nikmat Sholawat: Diutamakan Saat Kiamat

Tahun 2017 lalu, aku pernah mengulas sedikit pengalaman tentang mengamalkan shalawat bersama teman-temanku. Niat awal hanya ingin mengabadikan perjalanan yang sederhana dan penuh makna. Tetapi di luar dugaan alhamdulillah tulisanku diterima banyak orang, bahkan ada yang termotivasi   untuk ikut mengamalkan sehari seribu shalawat. Selain yang pernah kutuliskan sebelumnya, sebetulnya sampai sekarang pun banyak keajaiban-keajaiban kecil yang aku dapat berkat fadhilah mengamalkan shalawat. Misalnya sebulan yang lalu aku sempat mengalami kesulitan perekonomian. Uang tabungan sudah defisit untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran yang tak terduga. Apalagi ketika musim nikahan di sana-sini, bayar arisan yang selalu nombokin, ongkos magang yang over budgeting , itu cukup membikin kepalaku mumet tak keruan. Ditambah uang saku yang diberikan ibu tidak seberapa dan kadang masing kurang. Sedihnya aku sampai harus jual kedua cincinku supaya bisa bayar arisan setiap minggunya. Samp

Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat

Halo pembaca setiaku. Sudah lama kita tidak bersua, ya? Kali terakhir aku menulis beberapa bulan yang lalu, bukan?  Sebetulnya ada beberapa alasan mengapa aku tidak menulis akhir-akhir ini. Salah satunya yaitu memikirkan tulisan apa yang bisa aku bagi dan juga bermanfaat untuk kamu. Karena sebaik-baiknya tulisan adalah tulisan yang memiliki nilai dan mencerdaskan pembacanya. Tetapi terus-menerus memikirkan hal itu justru membikin kepalaku pusing tak keruan. Takut-takut yang kutulis hanyalah bentuk omong kosong belaka tanpa adanya nilai di dalamnya. Halah alasan! Tapi percayalah aku juga khawatir blog ini akan mati dibunuh ketidakkonsistenanku dalam menulis. Namun, tulisan ini pun hadir setelah aku sering mendengarkan keluhan orang-orang yang merasa dirugikan karena sudah dimanfaatkan oleh salah satu pihak. “Dia baik karena cuma mau manfaatinku doang!” kata temanku penuh kekesalan di suatu malam yang tenang tanpa hujan. Memang apa ruginya dimanfaatkan orang? Bukankah sala