Skip to main content

Posts

Showing posts from 2020

Kamu Adalah Perbuatan Baikmu

SATU hal baik yang muncul dari malam itu adalah Renata bersenandung kegirangan setelah bercerita panjang. Ia menyeringai senang karena sudah membuka banyak sisi lain dirinya kepada Betty. Ya, dalam urusan itu, Renata memang senang bercerita, terlalu sering malah, maka ketika pikirannya sedang mabuk tertindas berbagai tekanan, kepada Betty lah ia menumpahkan  air matanya.  Berbeda dengan Betty, ia justru cenderung tak pernah bercerita mengenai dirinya. Mungkin ia ingin, tapi tak sempat karena pada saat itu Renata lebih sibuk menceritakan masalahnya. Biarpun begitu, minatnya tak surut mendengar cerita lanjutan dari Renata. Betty dan Renata sudah turun dari rooftop . Mereka berjalan menuju kamar mandi, mengambil wudu. Salat selama kurang dari satu menit itu sudah cukup untuk membebaskan Renata dari ocehan temannya. Jika Renata kekeh ingin berlama-lama di atas, Betty bakal mengolok-ngoloknya kafir sebab tak mau salat.  “Mukamu tidak terlihat kusut lagi.” sahut Betty setelah usai mendir

Menawar Nasib Kehidupan

Renata sedang duduk melamunkan kesumpekan hidup. Tiba-tiba Betty bercerita bahwa kemarin teman kuliahnya ditemukan tewas gantung diri di kamar kosnya, “gara-gara terbebani masalah tugas dan uang kuliah.” kata Betty mengakhiri cerita. “Kok bisa?”  sahut Renata setengah tidak percaya. “Begitulah jika mudah menyerah pada keputusasaan” kata Betty sebelum melanjutkan, “memusingkan hal-hal kecil cuma bikin hambatan untuk hidup kita.” “Apa yang kamu anggap kecil belum tentu sama dengan yang diyakini temanmu itu. Siapa tahu ada masalah besar yang sedang dihadapinya. Betty tersenyum. “Begitu banyak hal-hal yang kita anggap sebagai masalah besar sebetulnya hanyalah masalah kecil yang kita ubah sendiri menjadi masalah besar. Mengakhiri hidup dengan gantung diri tidak semata-mata membuat masalah itu selesai.” Renata menatap Betty dengan perasaan agak kecewa. Ya, ia kecewa. Air mukanya berubah seperti menahan sesuatu yang mengguruh di dadanya. Bagaimanapun, ia merenungkannya juga perka

Merayakan Segala yang Berisik dan Berbisik di Kepala

D alam satu badai penuh rasa bosan, ia terdampar di sebuah kamar paling berantakan di dunia. Sudah tiga puluh menit ia duduk memandangi laptop usangnya, namun tak ada satu kata pun yang berhasil ia tulis. Ia heran sejak kapan dirinya bertambah dungu. Barangkali terlalu banyak tidur membuat otaknya tidak bisa difungsikan lagi dengan baik, atau mungkin sudah takdirnya ia menjadi manusia paling bodoh. Entahlah, yang jelas di malam itu ia merasa tak berdaya menuliskan satu kalimat pun. Kemudian ia akhirnya menyerah dan merebahkan kembali tubuhnya ke kasur yang lugu. Sembilan hari mendatang Kalani genap berusia 23 tahun. Ia berpikir sebentar lagi ia akan berakhir menjadi perempuan tua yang membosankan, yang menghabiskan sepanjang harinya dalam kemonotonan yang sama: makan, tidur, makan, dan tidur lagi – hingga ia menjadi orang buangan dalam dirinya sendiri. Kalani tak mengkhawatirkan itu, yang ia khawatirkan hanyalah satu kebenaran tentang bahwa dirinya benar-benar payah dalam hal apa