Skip to main content

Posts

Showing posts from 2018

Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat

Halo pembaca setiaku. Sudah lama kita tidak bersua, ya? Kali terakhir aku menulis beberapa bulan yang lalu, bukan?  Sebetulnya ada beberapa alasan mengapa aku tidak menulis akhir-akhir ini. Salah satunya yaitu memikirkan tulisan apa yang bisa aku bagi dan juga bermanfaat untuk kamu. Karena sebaik-baiknya tulisan adalah tulisan yang memiliki nilai dan mencerdaskan pembacanya. Tetapi terus-menerus memikirkan hal itu justru membikin kepalaku pusing tak keruan. Takut-takut yang kutulis hanyalah bentuk omong kosong belaka tanpa adanya nilai di dalamnya. Halah alasan! Tapi percayalah aku juga khawatir blog ini akan mati dibunuh ketidakkonsistenanku dalam menulis. Namun, tulisan ini pun hadir setelah aku sering mendengarkan keluhan orang-orang yang merasa dirugikan karena sudah dimanfaatkan oleh salah satu pihak. “Dia baik karena cuma mau manfaatinku doang!” kata temanku penuh kekesalan di suatu malam yang tenang tanpa hujan. Memang apa ruginya dimanfaatkan orang? Bukankah sala

Dunia Kata, Fauzil Adhim

Dunia Kata, Fauzil Adhim Beberapa waktu ini, saya memang kurang mengurusi blog. Bahkan kondisinya sekarang terlihat sedikit usang dan berdebu. Kalau tetap tidak saya perhatikan, barangkali usia blog saya tidak akan berumur panjang. Lalu sepi pembaca dan akhirnya mati. Maafkan saya yang masih suka tersesat di belantara kemalasan. Dengan ini saya berjanji untuk lebih sering lagi menulis. “Setiap orang bisa menulis!” Setelah mendengar kata-kata tersebut dari dosen saya, saya pun memilih untuk menulis. Dulu sekali di awal saya membuat blog ini, saya tidak pernah memikirkan dengan matang, isi, konten, dan pesan apa yang akan saya sampaikan kepada para pembaca. Semua saya tulis dengan suka-suka. Hal-hal yang remeh-temeh pun tak pernah absen untuk saya tuliskan. Lebih sering saya menulis tentang patah hati. Cengeng sekali isi tulisan saya dulu. Bila diingat kembali, tujuan menulis saya lebih mengarah pragmatis saja. Tidak ada ideal-idealnya. Saya melakukannya hanya demi kesenangan

Dunia Maya dan Hiperrealitas

Dunia Maya dan Hiperrealitas Setelah di pikir-pikir lagi, dulu cukup intens berselancar di media sosial, khususnya Instagram. Jempol di gunakan untuk menyukai foto sana-sini. Bahkan saya bisa mengunggah foto hampir setiap hari. Dan itu ternyata membikin cukup banyak orang yang m enyukai foto saya . Sekarang ini, saya makin malas berselancar di media sosial. Tepatnya merasa bosan karena yang didapat hanya itu-itu saja. Akhirnya semakin jarang lah membuka Instagram. Update foto baru juga terbilang jarang, bisa berbulan-bulan malah. Dampaknya, followers saya banyak yang pada mabur. Mungkin beranggapan pemilik akunnya sudah tak aktif lagi.   Di samping itu, ketika me ngunggah konten baru pun like yang di dapat tak sebanyak dulu. Bisa dikatakan, dulu memang saya segila itu dengan Instagram. Barangkali karena eksistensi saya di media sosial mulai memudar, ditambah sekarang saya tak lagi gila like . Jadi merasa bodo amat jika like yang saya dapat hanya secuil saja.

Izinkan Aku Bertualang

Izinkan Aku Bertualang, Ibu. *Suatu hari* "Bu, aku mau ke Pare, ya." "Ada keperluan apa ke sana?" "Mau ke Kampung Inggris. Belajar intensif di sana." "Biar apa, sih. Nanti yang ada malah keluyuran nggak jelas. Duitnya memang punya?" "Iya, nggak jadi berangkat." * Di hari berikutnya * "Bu, ada buku baru yang kep e ngin aku beli. Tapi uang saku ku kurang." "Beli buku melulu. Nggak ada uang juga Ibu." Keesokannya: "Dek, coba lihat baju pengajian baru punya I bu. Bagus toh?" -           (Menunjukkan gamis baru berwarna hijau toska itu kepadaku) "Aku minta dibelikan buku, I bu tak mau. Ibu bilang nggak ada uang toh?" "Teman-teman I bu pada punya seragam baru. Masak I bu pakai baju yang lama. Malu." "Aku juga perlu buku baru untuk menambah wawasanku." "Buat apa pintar, jika akhirnya hanya mengurus dapur dan sumur." "Buat apa p