Skip to main content

Mencintai Diri Sendiri

Matahari sudah menyala jingga, namun Renata masih menangis mengguguk-guguk di teras rumahnya sesudah membaca buku yang judulnya cukup membuat dahi Betty mengkerut. Betty yang menyaksikan langsung membawa diri duduk di sebelah gadis yang baru saja mengalami patah hati.
“Sakit hatimu jangan dibenarkan dengan membaca buku cengeng seperti itu.” kata Betty spontan sambil menarik kursi.
“Setidaknya separuh luka-luka masa laluku terwakilkan di sini. Semua yang terangkum di buku ini sama persis seperti aku yang tengah merayakan kehilangan.” jawab Renata.
Betty menyahut, “Anggap saja itu pelajaran yang datang dari Tuhan. Qod jaaa`atkum mau’izhotum mir robbikum wa syifaaa`ul limaa fish-shuduuri!”.
“Aku tidak memintamu untuk pamer ayat!"
“Justru pitutur ayat tadi bisa membasuh hatimu yang sedang pilu. Tuhan tidak pernah salah mempertemukanmu dengan seseorang. Terkadang ada luka-luka yang mendewasakan untuk menjadikan kita sebagai manusia yang lebih baik dalam menyanyangi sesama.” sambung Betty.
Tapi begitulah Renata, ia hanya mengamini penuturan Betty tanpa mengomentarinya.
“Jangan takut kehilangan. Sebab yang hilang bukanlah sosoknya, yang sepi bukanlah keadaannya. Kamu hanya kehilangan ekspetasimu yang berharap dia selalu berada bersamamu,” Betty kembali menanggapi, “Kemarin yang berlalu bukanlah alasan untuk meratapi duka secara terus-menerus.”
 “Aku marah dan tidak terima diperlakukan seperti ini. Aku sudah memberinya seluruh. Sudah berusaha untuk mengerti dia lebih banyak lagi. Sudah mencintainya sepenuh hati. Mengakrabi emosinya dengan sabar. Tapi kenapa harus aku yang selalu ditinggalkan? Kebanyang dong gimana tidak bahagianya aku sekarang!” kata Renata dengan nada agak marah. Kemudian ia menunduk malu, matanya basah.
Betty tiba-tiba tertawa. Tawa yang menggelikan dan cukup keras. Sambil menahan tawa, Betty kembali berujar, “Kalau kamu masih marah, kecewa, sakit hati dan tidak terima ketika pasanganmu tidak membalas perasaanmu, selingkuh dari kamu, atau hal lain yang membutmu patah hati. Itu artinya kamu masih berada di tahap mencintai diri sendiri. Mencintai hanya ingin menyenangkan dirimu, bukan mencintai yang kamu cintai.”
 “Belum cinta namanya kalau masih mencari-cari alasan dan balasan. Selama ini yang kamu cari adalah balasan dia. Bukan sebenar-benarnya cinta.” Betty menambahkan.
 “Sebentar, Betty,” sela Renata, “Aku paham soal kamu yang suka banyak omong. Tapi tahu apa kamu soal cinta dah patah hati, kamu saja teramat membenci laki-laki.”
“Astaga, mulutmu minta kuhajar. Tidak dekat dengan laki-laki bukan berarti aku membenci mereka. Lagi pula kenapa kamu harus sedih dan patah. Semua akan pulang pada dada yang tepat.”
Renata menunjukkan tampang bingung karena sungguh tak paham.
“Wa alqaitu ‘alaika mahabbatan minni walitushna’a ‘alaa ‘ainii, sudah amat jelas Tuhan telah melimpahkan kasih sayangnya yang tiada ada habisnya,” kata Betty menerawang ke depan. “Kamu tidak boleh merasa sedih. Jangan sampai kamu terlalu memberi ruang pada kesedihanmu itu.”
Tubuh Renata menegak. Ia tanpa sadar sudah menghadap ke arah Betty. “Sejak kapan kamu jadi pintar pamer ayat?”
Betty pun tertawa lebih keras lagi.


Tangerang, 03 Juni 2019.





Comments

Popular posts from this blog

Sehari Seribu Sholawat

Sehari Seribu Sholawat Bismillaahir Rahmaanir Rahiim... Kamu tahu apa manfaat dari mengamalkan sholawat setiap hari? Jawabannya, manfaat sholawat banyak banget. Banget! Nggak kehitung, deh, seberapa banyak kemudahan yang bakalan kita dapat setelah mengamalkan sholawat. Cuma dengan sholawat, Insyaa Allah, kita bisa mendapatkan apa aja yang kita butuh. Percaya? Oke, nggak apa-apa kalau kamu nggak percaya. Tapi ini beneran! Aku nggak ngibul. Sumpah. Aku akan tulis tentang pengalamanku setelah mengamalkan seribu sholawat setiap hari sesuai dengan apa yang terjadi waktu itu, meskipun tidak terlalu detail, tapi itulah intinya. Aku tulis cerita ini, bukan maksud aku ingin dianggap sok suci, sok alim, atau pun riya karena ingin dipuji. Bukan, sama sekali bukan. Demi Allah, aku hanya ingin berbagi pengalaman yang sudah aku dan teman-temanku rasain selama di Lampung berkat ngamalin sehari seribu sholawat. Aku hanya ingin kamu yang membaca tul

Tak Semanis Nasib Anak Tetangga

Tak Semanis Nasib Anak Tetangga Source: Pinterest AKULAH Anindya, terlahir untuk diremeh-temehkan. Mungkin kau tak percaya atau bahkan tertawa kecil sambil berujar mana mungkin ada orang yang bernasib sedemikian buruk. Barangkali kau sudah mendengar cerita tentang diriku dari para petualang di penjuru negeri sehingga mendapat gambaran yang amat keliru tentangku. Aku lahir dengan nama kecil Anin. Bapak ku hanya seorang buruh pabrik biasa. Tak berdasi, apalagi punya banyak materi di sana-sini. Ibuku, Nunik, pun sama, sehari-hari kesibukannya hanya mengurusi dapur dan sumur. Namun, setelah menjelang Ma gh rib pekerjaannya bertambah satu:  mengajar anak-anak mengaji di surau dekat rumahku tinggal. Begitulah kiranya keadaanku. Aku bukan anak perempuan yang terlahir dari keluarga berada. Aku lahir di Magelang , tapi besar di Tangerang. Ibuku kelahiran Jawa, setelah ia memutuskan menikah dengan Bapak. Ibu langsung diboyong ke Tangerang untuk menetap di sana. Namun, sebulan

Nikmat Sholawat: Diutamakan Saat Kiamat

Tahun 2017 lalu, aku pernah mengulas sedikit pengalaman tentang mengamalkan shalawat bersama teman-temanku. Niat awal hanya ingin mengabadikan perjalanan yang sederhana dan penuh makna. Tetapi di luar dugaan alhamdulillah tulisanku diterima banyak orang, bahkan ada yang termotivasi   untuk ikut mengamalkan sehari seribu shalawat. Selain yang pernah kutuliskan sebelumnya, sebetulnya sampai sekarang pun banyak keajaiban-keajaiban kecil yang aku dapat berkat fadhilah mengamalkan shalawat. Misalnya sebulan yang lalu aku sempat mengalami kesulitan perekonomian. Uang tabungan sudah defisit untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran yang tak terduga. Apalagi ketika musim nikahan di sana-sini, bayar arisan yang selalu nombokin, ongkos magang yang over budgeting , itu cukup membikin kepalaku mumet tak keruan. Ditambah uang saku yang diberikan ibu tidak seberapa dan kadang masing kurang. Sedihnya aku sampai harus jual kedua cincinku supaya bisa bayar arisan setiap minggunya. Samp