Skip to main content

Sehari Seribu Sholawat






Sehari Seribu Sholawat



Bismillaahir Rahmaanir Rahiim...


Kamu tahu apa manfaat dari mengamalkan sholawat setiap hari? Jawabannya, manfaat sholawat banyak banget. Banget!


Nggak kehitung, deh, seberapa banyak kemudahan yang bakalan kita dapat setelah mengamalkan sholawat. Cuma dengan sholawat, Insyaa Allah, kita bisa mendapatkan apa aja yang kita butuh. Percaya? Oke, nggak apa-apa kalau kamu nggak percaya. Tapi ini beneran! Aku nggak ngibul. Sumpah.


Aku akan tulis tentang pengalamanku setelah mengamalkan seribu sholawat setiap hari sesuai dengan apa yang terjadi waktu itu, meskipun tidak terlalu detail, tapi itulah intinya.


Aku tulis cerita ini, bukan maksud aku ingin dianggap sok suci, sok alim, atau pun riya karena ingin dipuji. Bukan, sama sekali bukan. Demi Allah, aku hanya ingin berbagi pengalaman yang sudah aku dan teman-temanku rasain selama di Lampung berkat ngamalin sehari seribu sholawat. Aku hanya ingin kamu yang membaca tulisan ini bisa ikut mengamalkan, juga merasakan kemudahan-kemudahan yang kami dapatkan setelah bersholawat.


Sebelum mulai ke cerita, aku mau ngasih tahu dulu, di mana posisiku yang sekarang. Malam ini, aku sedang di kamar bersama secangkir kopi dan sepiring pisang keju, juga hujan deras di luar sana yang turut menemaniku.

          Baiklah, aku mulai cerita, ya.

***

Waktu itu, tepatnya tanggal 22 Januari 2017, terbentuklah grup whatsApp yang diberi nama One Day 1000 Sholawat”, yang hanya beranggotakan 3 orang saja, aku, Alfiah dan Ria.


Awalnya, aku dan Alfi, berencana ikut berkunjung ke rumah teman yang punya kampung halaman (nasib nggak punya kampung, ya, gini. Ikut pulang kampung, ke orang yang punya kampung). Yasudah, akhirnya, aku dan Alfi minta ikut ke rumahnya Ria yang ada di Lampung. Iya, aku tahu, Lampung itu deket, gak jauh-jauh banget, tapi, gimana, ya, menurutku, sih, tetep aja, Lampung itu jauh.


Pasti pada nanya, kan? Apa hubungannya ke Lampung sama ngamalin sholawat?


Jadi gini, kami bertiga nggak punya uang buat berangkat ke Lampung. Gak ada pemasukan, gak ada gajian, karna kami posisinya masih libur kuliah dan gak ada yang kerja sambilan.


Aku tanya ke Ria, kira-kira harus bawa uang berapa? “bawa aja, sejuta.” Jawab Ria di grup WhatsApp. Aku bingung. Mikirin, gimana caranya, dapet uang sejuta, sedangkan aku gak kerja. Minta sama orangtua? Itu nggak guna, karna orangtuaku juga sama-sama gak ada biaya. Aku makin bingung.


Akhirnya, Ria menyarankan untuk mengamalkan sholawat setiap hari selepas sholat wajib.


“JANGAN LUPA SHOLAWAT, GUYS!” kata Ria di group whatsApp kami.

“Sholawat apaan, nih, Kak ?” tanyaku.

“Kalau kata Ustad Yusuf Mansur, mah, Allahuma Shalli ‘Alaa Sayyidina Muhammad Wa ‘Alaa Ali Sayyidina Muhammad.

“Butuh berapa ribu shalawat, Kak?”

“1000 kali perhari”

“Bismillah, ya, on the way Lampung”, “Allahuma Shalli ‘Alaa Sayyidina Muhammad Wa ‘Alaa Sayyidina Muhammad” Alfi ikut menimpali di grup.


Sempat mikir, masa, sih, sholawat bisa bikin aku punya uang dalam waktu singkat. Ragu dan gak percaya, itulah yang dulu aku rasain. Kalau kamu berpikiran seperti itu juga, berarti kita jodoh. Salah, bukan gitu, maksudnya kita satu pemikiran. Hehe.

***

Keesokan harinya, Alfi  mengirim gambar ke group WhatsApp kami, di gambarnya itu ada sedikit cerita mengenai pengalaman Wirda Mansur (ia adalah anaknya Ustad Yusuf Mansur) yang mengamalkan sholawat.


aku baca, deh, gambar itu. Isinya gini:


wir, kalau baca sholawat 1000 kali itu emang bener terkabul, ya, hajatnya? Story dikit, dong. Aku belum pernah sampe ribuan.”  Tanya seseorang di akun AskFm milik Wirda.

sekarang gini, kamu mau masuk ke universitas, katakanlah yang masuknya aja 50 juta, apalagi do’a nya tadi minta nya yang First Class. First Class itu harganya jaaauuuuuh banget sama economy. Bahkan, yang Business Class aja, bisa 40 jutaan lebih.

Udah gitu, minta yang semua-muanya gratis. Tau sendiri kehidupan di luar Negeri banyak pengelurannya? Dan kurs nya juga gede.”

Udah gitu, kita sholawat Cuma 1-10 kali doang. Ha ha ha ... Unfair, dong? Banyak minta sama Allah, tapi usahanya dikit banget.

Meskipun, Allah gak perhitungan, ya, beda sama manusia.

Tapi, mikir, kek. Ha ha ha... masa, iya, kita banyak minta, tapi sholat jarang? Udah gitu, kadang mintanya ngotot, lagi. Masa, iya, kita minta, tapi ibadahnya dikit? Gimana Allah gak tunda-tunda permintaan kita? Gimana Allah gak sedikit juga ngasihnya?

Hmm..

Kalo ditanya, apa aku pernah dapetin sesuatu dari sholawat. Hampir 97% barang di kamarku, dan yang aku punya, itu hasil sholawat semua.

Aku suka sedih kalau ada yang bilang “lo, mah, kaya, Wir.”

Ketika masuk ke kamarku. Semua barang-barang  kamarku isinya Apple semua. Aku Cuma senyum.

Andai mereka tahu keajaiban sholawat...

“Banyak yang ngeyel. Ngeyel-ngeyel, tapi nggak pernah ngebuktiin.”

“Ada juga yang gak setuju sama aku. Dia marah-"marah sama aku, awalnya dia bilang “Gua, sih, gak yakin sama ajaran sholawat lo, Wir” (padahal, sholawat itu ajaran Rasulullah, Ha ha ha aku Cuma ngamalin aja.”

Eh, diem-diem dia sholawat ternyata.

Dia, pengen, laptop.

Dia ikutin.

Eh, baruuu aja 3 minggu abis marah-marah di  ask aku. Tiba-tiba dia mengirim ask, “Maaf, Wir. Sebelumnya, gue udah marah-marah sama lo. gue diem-diem ikutin cara sholawat, lo. Dan tepat 3 minggu sesuai waktu yang gue berikan sama Allah, gue minta laptop, gue sholawatin. Eh, gue dapet. He he he maaf ya, Wir.

Yah, nyengir-nyengir dah lo sekarang.

Ha ha ha.” Jelas Wirda di akun pribadinya itu.


Pengalaman Wirda yang aku tulis di atas adalah salah satu faktor yang memotivasi aku untuk terus ngamalin sholawat setiap hari. Jadi, itulah alasan kenapa aku kutip cerita Wirda di akun pribadinya itu di sini, supaya jadi pembelajaran untuk orang-orang yang masih ngeyel dan meremehkan sholawat.



Setelah itu ...


Aku, Alfi dan Ria mulai mengamalkan sholawat seribu kali setiap hari. Kami mulai membuat absensi, supaya di antara kami gak ada yang mangkir baca sholawat.

Sehari, dua hari, sampai lima hari, masih rajin sholawatin. Enggak ada yang mangkir. Karna kami mau hajat kami dikabulin. Aku yakin, dengan modal sholawat, aku bisa pergi ke Lampung, meskipun gak ada uang yang aku kantongin.

***

24 Januari 2017...


Waktu itu, sore hari sekitar jam setengah enam, ponselku berdering. Aku lihat, ternyata ada pesan masuk dari Ria di grup ‘One Day 1000 Sholawat’.

 “Udah pada sholawatan belum?” tanya Ria.

“Baru, tadi, pas, dhuha, Kak.”

“Ini masih di kampus, soalnya.” balasku cepat.

“Berarti, masih hutang, ya, Li?” tanya Ria lagi “Pokoknya, 1000 per hari jangan sampe kelewat.”

“Iya, masih. Hari ini, masih 800 lagi hutangnya.”

“Nanti, kalau udah terbukti keajaibannya, kita coba untuk ke Singapura.” balas Ria.

“Coba pergi ke Mekkah, aja, Kak”

“Biar lebih diijabah sama Allah”

“ha ha ha.” jawabku lagi.

“Barusan mau ngetik Mekkah, Li, sumpah”

“Tapi kayak ragu-ragu”

“Padahal harus yakin, ya.” balas Ria lagi. “Alfi kemana, ya? Dari tadi gak muncul-muncul di grup?

“Kalau Allah sudah kun, insyaa Allah, fayakun.” balasku meyakinkan.

Ria tidak lagi membalasnya. Yasudah, karena lagi di kereta mau pulang ke rumah, ku masukan kembali ponselku ke tas.


Setuju gak sama kata-kataku di atas? Betul, kan? Apapun keinginan kita, sekalipun itu mustahil, bagi Allah gak ada yang mustahil. Allah akan kasih semuanya kepada setiap orang yang yakin dan kuat usahanya. Selagi kita berprasangka baik dan yakin bahwa Allah akan  mengabulkan do’a kita, maka Allah pun akan mengabulkannya.


Kalau tidak salah, ini sesuai dengan firman-Nya yang diriwayatkkan oleh imam Bukhori. Isinya seperti ini:

Aku menuruti  prasangka hambaku, jika Ia berprasangka baik terhadapKu, maka baginya kebaikan, maka jangan berprasangka terhadap Allah kecuali kebaikan.”

***

Sebelum aku cerita lebih jauh, aku mau memperkenalkan terlebih dahulu siapa aku, siapa Alfi dan siapa itu Ria. Gak semuanya aku bahas, kok. Cuma singkatnya aja. Sebenarnya, sih, ini gak penting. Tapi menurutku, penting. Hehe.


Namaku holimatus Solihah. Panggil aja Lily, itu nama kesayangan dari kecil. Siapa tahu jadi kesayangan kamu juga, kan. Eh, ini mulai ngelantur, enggak lah ngaco.


Aku mahasiswi semester 4 jurusan Komunikasi Penyiaran Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Punya cita-cita jadi penulis, tapi sehari-hari kerjaannya malas nulis. Huh!


Perempuan yang hangat disapa Alfi bernama lengkap Alfiah Khoriasyir. Ia sama sepertiku, satu angkatan, satu jurusan, satu kelas, satu organisasi, tapi bakatnya gak cuma satu. Banyak! Dialah perempuan yang memiliki tingkat kreativitas jauh lebih tinggi daripada aku. Menurutku, apapun yang digambarnya selalu bagus. Soal desain? Dia juaranya.


Satu lagi, namanya Ria Umala Idayanti. Perempuan yang satu ini adalah kakak kelasku di kampus. Ria adalah mahasiswi semester 6 jurusan Jurnalistik di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kebayang bagaimana kemampuan dia mengenai pembuatan berita? Jago banget! Saking jagonya dia sampai menjabat sebagai redaktur di organisasi radio kampus.


Aku, Alfi dan Ria mengikuti organisasi yang sama yaitu, RDK FM.


Kami bertiga berencana pergi liburan ke Lampung tanggal 14 Februari mendatang. Itu artinya, waktu kami untuk nabung dan sholawatan kurang dari satu bulan. Kira-kira sampe target satu juta gak? Harus sampe. Insyaa Allah, do’ain aja, iya do’ain.


Ku lirik jam dinding yang ada di kamarku. Ternyata, jam sudah menunjukan pukul 2 pagi, ini sudah larut malam dan aku harus istirahat. Untuk cerita hari ini aku selesaikan dulu, ya.

Selamat malam. Selamat sholawatan.

***

Satu minggu kemudian ...


Dalam waktu satu minggu mengamalkan sholawat, tanda-tanda kemudahan yang Allah berikan mulai aku rasakan. Begitupun dengan Alfi dan Ria. Mereka berdua mendapatkan pundi-pundi uang yang awalnya tidak mereka duga. Alhamdulillah...


Kok, bisa? Ya, bisalah! Allah, kan, Maha Kuasa.


Jadi, begini...


Aku mendapati kabar, bahwa Ria ditawari temannya untuk menjadi guru les di daerah kawasan Larangan Indah. Entah berapa banyak gaji yang Ria terima, tapi itu sudah cukup menjadi sececah harapan untuk bisa berangkat ke Lampung.


Gak cuma itu, ada kabar baik lainnya dari Ria. Temannya yang kuliah Jurusan Kebidanan di Lampung , ternyata belum libur, dan dia ada rumah di sana yang bisa kita tempatin selama berlibur di Lampung. Ini salah satu jalan yang Allah permudahkan. Ingat! Gak semuanya tentang uang yang Allah kasih, tapi dikasih tempat penginapan gratis juga salah satu kemudahan-Nya.


Kalau Alfi, gimana?


Alfi juga sama. Dia ditawari saudaranya untuk mendekorasi acara ulang tahun. Ada upah yang Alfi terima dari jasanya tersebut. Gak seberapa, sih, tapi itu sudah lebih dari cukup dari apa yang diharapkan.


Seperti yang aku bilang di atas, Alfi ini memang jago desain. Gak salah kalau banyak orang yang meminta dia untuk mendekor sebuah acara, karena hasil dekorasinya selalu bagus.


Terus, nasib aku, gimana?


Ya, sama. Alhamdulillah, Aku juga dimudahkan jalannya sama Allah. Aku cari cara untuk bisa mendapatkan pemasukan uang dalam kondisiku yang masih libur kuliah.

Waktu itu, hujan deras. Aku do’a. Aku tulis do’anya di kertas.


Ya Allah, aku pengen ke Lampung, tapi gak punya uang. Mudah-mudahan Gusti Allah ngabulin hajat aku, Alfi dan Kak Ria, amin.


Abis itu, aku sholawatin.


Gak lama, sekitar 30 menit, ponselku berdering, ternyata ada banyak pesan masuk di Line dari temanku, Memey. Dia bilang, mau gak gabung bisnis Agen Kuota, untungnya lumayan, kok, nanti dibimbing, katanya. Ya, udah, aku ikutan gabung.


Selang dua hari setelah gabung menjadi Agen Kuota, aku telah meraup keuntungan sekitar 500 ribu dari memberku yang berhasil aku ajak gabung.


Cuma itu, doang? Ya, enggak, sih, masih ada.


Selain itu, aku juga ikut menjadi relawan pengumpul data, di salah satu lembaga survei Quick Count & Exit Poll Pilkada Jakarta 2017. Upah yang aku dapatkan, sih, nggak banyak, cuma sekitar 450 ribu. Jika dihitung, keseluruhan aku sudah mengantongi uang sebanyak 950 ribu.

Alhamdulillah, ini benar-benar diluar dugaan.


Aku sebagai makhluk-Nya memang gak punya kuasa, tapi Dialah Allah Yang Maha Kuasa. Allah kuasa memberikanku kemudahan untuk mendapatkan uang dalam jangka waktu yang relatif singkat. Bukan nominalnya yang menjadi hal utama, melainkan jalan-Nya yang telah memudahkanku mendapatkan semuanya.


Aku yakin, Alfi yakin, dan Ria pun pasti yakin.


Kemudahan yang kami rasakan, pundi-pundi uang yang kami dapatkan ini, itu semua ada campur tangan dari Sang Semesta. Karena apa? Karena Allah tahu usaha kami.  Allah tahu keinginan kami yang kuat. Maka dari itu, Allah Maha Tahu bagaimana caranya untuk memudahkan Aku, Alfi dan Ria. Aku senyum.


Aku tegaskan sekali lagi! Aku tulis cerita ini, bukan maksud aku ingin dianggap sok suci, ataupun sok alim. Beneran, deh, bukan. Aku gak bohong, ih!


Abis itu, kelanjutannya, gimana?


Iya, sabar. Aku ceritain di bab berikutnya. Sekarang adzan Isya dulu.

***

Masih Sehari Seribu Sholawat

Badai kemalasan mulai menerpa ...


Memasuki bulan Februari 2017, rasa malas baca sholawat mulai menelusup ke hatiku. Ngamalin sholawat gak sesuai target, semangatnya mulai kendor. Malah, sempat mangkir beberapa hari karna sibuk di Organisasi kampus.


“Hallo Lampungerss”

“Gimana, sholawatnya?

pesan baru dari Alfi di group ‘One Day 1000 Sholawat”

“Hari ini, 500 lagi” kataku,

“Kayanya Kak Ria udah kendor, nih?” kataku lagi.

“Ha ha ha... masih belum kelar 1000 ini, baru cepe” Ria menimpali.

“Yang udah kelar, absen, dong. Biar, yang mulai kendor pada semangat lagi. Kayak gue”

“Ha ha ha. Kali ini Alfi yang membalas.

Ojo kendor, dong!” Aku menyemangati Ria dan Alfi yang sudah mulai terserang penyakit malas. Dasar!


Jangan salah, semangatku juga mulai kendor, malah sempat mangkir selama 3 hari berturut-turut. Namanya manusia. Pasti ada khilafnya, termasuk aku. Kesibukan di Dunia, mengalihkanku dari urusan Akhirat.  Jangan dicontoh, ya, gak bagus! 

***

Usaha itu jangan setengah-setengah. Sholawatnya jangan pernah mangkir.


Akibat aku yang sempat mangkir beberapa hari, tiba-tiba ada kabar buruk yang datang dari diriku sendiri. Satu keluarga tidak ada yang mengizinkanku pergi ke Lampung, termasuk bapak yang paling keras melarangku. Gimana jadinya, kalau nanti gak jadi pergi. Pasti sedih.


Aku bilang ke Alfi dan Ria, kalau aku gak jadi ikut. Karena susah perizinan orangtua. Aku bingung. Nggak tahu harus gimana.



“Sholawat aja kencengin, Li.

“Gini, sih, sebenarnya, gue juga kalau minta izin sebenarnya gak tau juga diizinin apa enggak. Tapi, gue kayak mastiin kalau ke sana itu aman, saolnya ada orang Lampung asliiii, ha ha ha terus langsung bilang “Kakak mau ke Lampung minggu besok, mau main aja ke rumah teman yang rumahnya di sana” gitu, jadi gak bilang mau liburan.”

“Terus bilangnya, jangan berusaha kayak lu bakal susah di sana, kayak ngeluh gak punya uang (padahal emang gak punya) atau  gak tau bakal gimana di sana. Kita mastiin aja di sana nanti sama siapa, tidur dimana, gitu. Orangtua, tuh, pada dasarnya khawatir doang. Apalagi ngelihat sikap kita, misalnya kayak gelisah pas minta izin. Jadi, gestur tubuh kita kebaca ha ha ha.

Jadi, pastiin kalau kita aman terkendali. Gue yakin, kok, Li, ada hal yang emang orangtua bakal ngerti dan percaya sama anaknya.” Alfi menasehatiku dengan kata-kata manis andalannya.

Setelah menelaah baik-baik khotbah Alfi, aku memutuskan untuk kembali bersemangat mengamalkan sholawat, seribu kali, setiap hari.

Semoga saja, orangtuaku mendapat hidayah untuk mengizinkanku pergi.

***

Rabu, 15 Februari 2017...


Sekitar pukul 10 malam aku baru saja tiba di rumah. Waktu itu aku baru pulang dari tempat lembaga survei Quick Count & Exit Poll Pilkada Jakarta, di daerah Slipi, Jakarta Barat.


Oh ya, aku, Alfi dan Ria berangkat ke Lampung hari Kamis, 16 Februari lalu. Rabu malamnya, aku masih belum mengantongi izin. Aku dilema. Antara harus ikut dengan sedikit berbohong, atau gak jadi ikut dan menggagalkan rencana awal yang sudah disusun sebelumnya.


Aku nekat. Aku bilang ke ibu, kalau besok aku ada pelatihan relawan selama 5 hari di Bogor. Aku gak bilang kalau aku mau pergi ke Lampung. Takut, takut dimarahin kalau jujur. Tapi anehnya ibu langsung percaya, dan langsung ngasih aku uang. Karena sebelumnya, aku sholawatin dulu.


Iya, tahu, kok, bohong itu dosa. Terserah, kamu mau benci aku juga, gak apa-apa. Yang penting, setelah pulang dari Lampung, aku langsung minta maaf. Aku bilang, kalau aku nekat pergi ke Lampung. Gak ada pelatihan, yang ada cuma liburan.


Aku nangis. Aku mohon-mohon untuk dimaafin sama ibu. Gak apa-apa mau dimarahin kayak apa juga, asal aku bisa dimaafin. Ibu diam, gak ada reaksi apa-apa. Akhirnya,  aku memberanikan diri untuk menatap matanya lekat-lekat. Ku perhatikan baik-baik manik matanya.


Tak lama, ada yang jatuh membanjiri pipinya, iya, ibu nangis. Aku makin nangis, setelah ibu bilang “Udah Ibu maafin sebelum kamu minta maaf. Ibu cuma khawatir kamu kenapa-kenapa di sana. Yasudah, sholat Isya dulu, sana. Abis itu langsung makan.”


Panjang umur, ya, Bu. Lusa, aku nggak akan bohong, janji! Eh, nggak, deh, Insyaa Allah, takut aku khilaf lagi. Hehe.

***

Cerita pas di Lampungnya, mana?


Iya, iya. Ini udah mau cerita, kok. Tunggu sebentar, rebahan dulu, capek tahu!


Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba ...


Aku, Alfi dan Ria pergi ke Lampung dengan Kerata Api lokal tujuan akhir stasiun Merak. Awalnya kami mau pergi naik bus, berhubung harga Kereta Api jauh lebih murah, kami memutuskan untuk naik Kerata Api saja.


Kami bertiga berangkat dari Stasiun Serpong sekitar pukul empat sore, pemberangkatan terlambat 30 menit dari jadwal aslinya. Aku singkat aja, ya, ceritanya. Selama di kereta, waktu lebih banyak digunakan untuk tidur.


Hanya membutuhkan waktu sekitar tiga setengah jam, kami sampai di Stasiun Merak. Memerlukan waktu sekitar lima belas menit berjalan kaki  untuk ke pelabuhan. Setelah itu, Alfi membeli tiket untuk menaiki Kapal Ferry.


Ini pertama kalinya aku berpergian jauh menggunakan Kapal Laut. Masih kayak mimpi, sih, tapi aku lagi nggak mimpi. Dari geladak kapal, ku edarkan pandanganku ke seluruh sudut Kapal, juga pemandangan Selat Sunda.  Aku takjub. Tak henti-hentinya aku panjatkan sholawat, ketika melihat lautan yang membentang luas.


Masyaa Allah, ini benar-benar nikmat Tuhan yang gak boleh didustakan. Gak boleh! Tapi sayang, aku tiba di kapal sudah petang. Jadi, tidak ada senja yang bisa aku nikmati di sana. Padahal aku berharap masih ada sisa senja yang bisa kunikmati.


Setelah satu jam menyebrangi Selat Sunda, aku mendapati Ria yang sedikit gelisah. Wajahnya sedikit muram, terlihat seperti ada yang sedang dipikirkan. Ternyata benar, Ria bingung memikirkan transportasi apa yang selanjutnya kami naiki. Meskipun Ria sering pulang ke Lampung, tapi ini kali pertama dia pulang kampung naik kereta, biasanya dia langsung naik bus dari Kebun Nanas yang akhir tujuannya langsung  ke Lampung.


Karena malam itu malam Jum’at, aku menyarani untuk membaca yasin. Yasudah, kami pun membaca yasin, berharap ada kemudahan yang Allah kasih. Dugaanku benar, disela-sela kami mengaji, ada laki-laki paruh baya datang menghampiri kami. Rupanya, laki-laki itu adalah kondektur bus yang sedang mencari penumpang lain untuk memenuhi busnya. Aku yakin, ini salah satu jalan dari Allah yang sudah diatur-Nya.


Masalah selesai. Kami bertiga sudah mendapatkan bus. Rasa khawatir yang nampak di wajah Ria kini mulai berkurang.

***

Maaf ceritanya terpotong, semalam hujan deras yang sudah berhasil membuatku tertidur sebelum menyelesaikan cerita ini. Aku sekarang berada di ruang tamu bersama segelas air putih, juga lagu rolling in the deep yang ikut menemaniku.


Aku persingkat lagi, ya, ceritanya. Malam itu, kami menghabiskan sisa malam di geladak kapal menikmati setiap semilir angin yang menyejukan. Sungguh, betapa romantisnya malam itu. Berada di atas Kapal Ferry yang membelah selat sunda dengan ditemani rinai hujan yang turun ke bumi.


Setelah dua setengah jam mengarungi lautan, mungkin sekitar pukul sepuluh malam, aku, Alfi dan Ria tiba di pelabuhan Bakauheni. Selanjutnya, kami meneruskan kembali perjalanan dengan bus. Sayangnya, kala itu sudah malam. Jadi aku tidak bisa menikmati bagaimana pemandangan kota Lampung ketika malam hari, di sana hanya ada lampu-lampu jalan yang menemani kesunyian kota.


Ketika berada di dalam bus aku tidak henti-hentinya memanjatkan do’a dan juga sholawat. Aku meminta keselamatan kepada Sang Maha Pelindung. Namun, Ria yang duduk di sampingku itu terlihat resah, entah apa yang sedang dipikirkannya, aku tidak tahu. Yang aku tahu, ada air yang meleleh di matanya. Iya, Ria nangis. Tapi, aku gak tahu kenapa Ria nangis. Aku bingung.


Aku coba dekati Ria dan bertanya.


“Kak, kenapa? tanyaku dengan raut wajah yang sama resahnya.

Ria diam.Tapi air matanya bukan berhenti, malah semakin deras membasahi pipinya. Baiklah, itu cukup untuk menjawab pertanyaanku. Aku menyimpulkan bahwa sedang ada hal buruk yang mengganggu hati dan pikiran Ria. Ah! Aku makin bingung.

Ya Allah aku harus gimana, Ria masih nangis dan aku gak tahu penyebabnya apa. Gumamku di dalam hati.

“Temen gue yang di sini gak bisa jemput kita” Ria mulai membuka suaranya.

“Terus, gimana?”

“Nanti kita nginep di mana, Kak,? tanyaku yang ikut-ikutan semakin resah.

“Gue coba telpon Ibu gue dulu, ya,” jawab Ria dengan suara sedikit parau.


Ria pernah bilang sebelumnya, setiba di Lampung, ada temannya yang akan menjemput kedatangan kami bertiga. Mungkin karena waktu itu sudah larut malam, akhirnya temannya Ria membatalkan janjinya untuk menjemput.


Ternyata hal yang mengganggu pikiran Ria dari tadi adalah masalah temannya yang tidak bisa menjemput. Aku baru tahu sekarang.


Ria sibuk dengan ponselnya yang sedang mencoba menghubungi ibunya. Dan aku sibuk dengan pikiranku sendiri. Sibuk memikirkan bagaimana jika tidak ada yang bisa menjemput? Terus nanti tidurnya di mana? Perut aku sudah demo, minta diberi makan. Karna dari tadi sore belum ada nasi yang masuk. Mungkin cacing-cacing di dalam perut sana sudah sangat kelaparan, begitupun aku.


Yasudah, aku, sholawatan, deh, minta ke Allah supaya nanti ada orang yang berbaik hati mau menjemput.


Malam semakin larut. Jam pun sudah menunjukan pukul 11, tapi aku masih di perjalanan yang gak tahu harus ke mana, gak tahu harus nginep di mana. Pulang ke rumah, Ria? itu gak mungkin, karna lokasinya jauh. Jauh banget. Mungkin masih membutuhkan waktu tiga jam lagi untuk bisa sampai di rumah Ria. Kebayang, dong, gimana jauhnya? Ria, Ria, punya kampung, kok, pelosok banget, sih. gerutuku.


“Ini aku masih di jalan, Bu”

“Pakde, bisa jemput, Bu? Emang Ibu udah bilang?”


Itulah percakapan yang aku dengar antara Ria dan ibunya di sambungan telpon.


“Nanti saudara gue bisa jemput kita di Rajabasa, Li”

Kita nginep dulu di sana” kata Ria setelah menutup telpon dengan ibunya.


Ada perasaan lega yang terlihat di raut wajah Ria. Ria senang, aku senang, mungkin Alfi juga ikut senang jika ia mengetahui keadaan genting yang sempat melanda pikiran dan hati Ria tadi. Sayangnya Alfi tidak tahu, karena posisi duduk Alfi yang jauh. Alfi duduk di barisan depan dengan ibu-ibu yang tidak ia kenal, sedangkan aku dan Ria duduk di barisan paling belakang.

Untuk sampai di terminal Rajabasa masih sekitar 30 menit lagi. Jadi, aku coba untuk memejamkan mataku sejenak. Lumayan melelahkan perjalanan hari ini, apalagi kondisiku yang belum makan, mungkin tidur beberapa menit bisa membuat cacing-cacing di dalam perutku diam.


Sebentar lagi, giliran temanku (Ria) yang akan melanjutkan bercerita. Gak apa-apa, ya? tulisannya sudah pasti bagus, kok. Itu loh, dia itu Redaktur kawakan (ini menurut aku, ya ) yang pernah aku ceritain di atas. Ingat ? 

***

Hai, aku Ria. Ya, Ria yang menangis saat di bus karena terlalu khawatir, terlalu kecewa, dan aah sudahlah. Aku tak ingin lagi mengingat berbagai macam janji seseorang untuk menjemput, yang pada nyatanya hanya bertingkah seolah kekhawatiranku adalah hal yang lucu. Aku hanya heran, mengapa ada seseorang yang bisa begitu tenang dan tertawa di saat aku sedang berada dalam kecemasan yang teramat sangat.


Malam itu, aku benar-benar khawatir. Bukan saja karena tidak ada yang menjemput, tapi karena aku harus turun di Terminal Rajabasa, tempat yang sangat sepi saat larut malam. Aku cemas melebihi Lily dan Alfi. Wajar saja, mereka belum memahami bagaimana kondisi di Lampung. Beda dengan suasana Jakarta yang tetap ramai meski sudah larut malam.


Saat ibu meneleponku, ia hanya mengatakan bahwa Pakde (sapaan dalam bahasa Jawa) akan menjemputku di Bundaran Hajimena. Deg! Hatiku benar-benar lega. Tak percaya bahwa pertolongan Allah lagi-lagi menghampiriku dan teman-temanku.

Tepat pukul 12 malam kita tiba di Bundaran Hajimena. Terlihat di sana sudah ada pakde yang sedari tadi menunggu kedatanganku, Alfi dan Lily. Yang aku ingat, suasana malam itu cukup sepi, kendaraan yang berlalu lalang pun tidak sebanyak di Ibu Kota Jakarta, hanya ada beberapa mobil saja yang masih melintas. Pakde menjemput kami dengan mobil pick up berwarna hitam.


Aku, Alfi dan Lily pun menaiki mobil itu. Sesekali kuedarkan pandangan ke luar jendela mobil. Tidak ada keramaian. Suasana kota benar-benar sepi. Hanya ada lampu-lampu rumah warga yang menemani keheningan malam.


Tidak ada yang berbicara selama berada di mobil. Alfi diam, Liliy diam dan aku pun diam. Tapi tidak dengan hatiku. Dalam benak, aku masih memanjatkan do’a, juga memanjatkan sholawat. Nggak tahu seberapa banyak sholawat yang sudah aku baca hari itu, yang jelas itulah caraku berterimakasih kepada Allah.  Berterimakasih atas kemudahan-kemudahan yang senantiasa Allah berikan ke aku waktu itu.


Saat bertemu Pakde, kami langsung menuju rumahnya di Perumahan Polri Hajimena untuk mengistirahatkan badan yang sudah meminta untuk dibaringkan di atas kasur empuk. Tanpa komando, kami semua memejamkan mata perlahan.


“Mbak Ria, bangun.”


Suara Tiara, anak kelas 2 Sekolah Dasar itu mengakhiri tidurku yang sangat nikmat. Hari itu aku sangat senang, Jumat akan menjadi hari bagiku, Lily, dan Alfi untuk memulai petualangan di Lampung. Segera aku bergegas untuk mandi, begitupun dengan Alfi dan Lily.


Setelah bersiap, kami menuju rumah Aulia yang terletak di Komplek Rajabasa Indah, Jalan Pramuka, Bandar Lampung. Alfi dan Lily diantar Mas Gilang, anak Pakde nomor dua. Aku sengaja meminta Aulia untuk menjemput, karena merasa lebih enak.


Oh ya, Aulia itu temanku di Lampung. Sekarang dia sedang mengenyam pendidikan di Universitas Lampung (Unila), semester 6. Dan rencananya selama di Lampung, rumah Aulia lah yang akan menjadi tempat singgah kami.


Sebenarnya ini benar-benar diluar dugaan, dijemput pakde di bundaran Hajimena, bermalam dirumahnya, dan diakhiri dengan diberi makan gratis. Namanya juga manusia, ya, cuma bisa berencana, gak bisa berkuasa, Allah lah yang Maha Kuasa.

***

Singkatnya, kami semua sudah berada di rumah Aulia. Sebenarnya, dia tinggal berdua dengan teman kuliahnya. Namun saat itu, Unila masih libur sehingga temannya belum berada di rumah Aulia. Kulihat lekat-lekat wajah Alfi dan Lily, mereka nampak lelah dan mengantuk. Benar saja, beberapa menit kemudian, mereka sudah terlelap.


“Mau kemana Ul?” tanyaku kepada Aulia yang sedang sibuk berhias.

“Ke Unila, ada perlu”

“Ikut dong”

“Aah ngapain, sih. Nggak usah”

“Bodo ih ikut” kataku yang terus merengek seperti anak kecil yang minta dibelikan balon ketika pergi ke pasar bersama Ibu. Bodo! Yang penting aku ikut. tak lama setelah Aulia mengizinkan, aku mulai sibuk mengganti pakaian.


Langsung saja aku bersiap. Aku semangat. Benar-benar semangat. Sudah lama aku tidak berkunjung ke Unila. Terakhir kalinya aku ke sana sekitar dua setengah tahun yang lalu.


Aku bersama Aulia menuju Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), tak lama hanya 30 menit. Selanjutnya aku meminta Aulia untuk kembali ke rumah. Sebenarnya, hari itu aku bingung ingin pergi kemana bersama Lily dan Alfi. Tidak mungkin juga aku membiarkan mereka seharian berada di rumah, jelas saja itu membosankan.


Berhubung dekat, aku mengajak mereka ke Tabek Indah. Salah satu kampung wisata dan kolam berenang di dekat sini. Tapi sayang, semua tak seindah yang dibayangkan, ha ha ha. Sepi, tidak ada apapun. Hanya ada matahari yang dengan angkuhnya membagi sinarnya ke bumi, begitu terik.


Karena merasa bosan, kami memutuskan untuk pergi ke Sushi Mart yang lokasinya tidak begitu jauh dari Unila. Namun saat di perjalanan, Aulia menelepon. Kukira dia hanya sekadar bertanya aku di mana. Ternyata ada kabar duka. Ya, kakek Aulia yang di Jakarta meninggal dunia.


“Lu dimana?” suara parau khas Aulia terdengar di ujung telpon sana.

“Masih di Tabek. Lagi mau pulang, kenapa?” tanyaku penasaran.

“Gue disuruh pulang ke Tanjung Sari nemenin adek, soalnya ibu sama ayah mau ke Jakarta, mbah yang disana meninggal. Gue pulang sekarang ya, kunci rumah gue titipin di tetangga.”

Aku sedikit terhentak, kaget mendengar kabar buruk yang baru saja Aulia katakan kepadku “Innalillahi. Ya, udah Ul hati-hati di jalan, ya,” sahutku, tak lama Aulia memutuskan sambungan telpon.


Tentu saja setelah mendengar kabar duka dari Aulia, aku langsung mengirimkan Al-Fatihah untuk mendiang kakeknya itu. Selama di Tabek Indah pun aku masih suka bersholawat, kok. Ya, meskipun gak aku hitung, sih.


Dari awal kami memang selalu mengandalkan sholawat. Tak heran jika di awal Lily selalu menyinggung perihal sholawat. Memang benar, Lily tidak berbohong sedikitpun. Aku sendiri sebelum keberangkatan ke Lampung selalu menyisihkan waktu untuk sekadar bersholawat. Tidak ada uang yang bisa aku sisihkan, yasudah hanya sholawat lah yang bisa aku sisihkan setiap hari sebanyak seribu kali.


Ceritanya aku udahin, ya. Semoga kamu yang baca tulisan ini, tidak lagi meremehkan kehebatan dari do’a dan juga sholawat. Terlebih lagi aku berharap tulisan ini bisa bermanfaat untuk kita semua.

***





Sudut pandang dari Ria sudah, sekarang giliran aku lagi yang bercerita. Iya, ini aku. Lily – orang yang punya cita-cita jadi penulis, tapi setiap hari kerjaannya malas nulis! Tolong jangan dihujat, ya. Cukup kamu do’akan saja, semoga manusia yang bernama Lily itu, bisa mendapatkan hidayah dari Allah supaya bisa taubat dan terbebas dari  penyakit malas. Amin!


Sabtu, 18 Februari 2017...


Aku, Alfi dan Ria menghabiskan waktu untuk pergi jalan-jalan. dimulai dengan mengunjungi tempat wisata Muncak Teropong Laut, Pantai Sari Ringgung, dan ditutup dengan makan di Pujasera yang ada di Bandar Lampung.


Hari itu, harinya aku pertama kali mengeksplorasi keindahan kota Lampung. Aku tahu, itu hanya sebagian kecil tempat yang aku datangi, tapi aku tetap berdecak kagum. Aku tetap merasa bahagia kala aku menyaksikan pulau-pulau kecil dari atas Muncak Teropong Laut.


Benar-benar perpaduan yang pas antara semilir angin yang sibuk mengipasi di udara, pohon-pohon yang tinggi menjulang dan lautan yang terbentang luas di samudera sana. Dengan spontan aku langsung bersholawat ketika mataku mulai menjelajahi setiap jengkal keindahan pulau dari atas Muncak. Masyaa Allah, indah banget! Aku rasa, aku telah jatuh cinta dengan keindahan kota Lampung.


"Ria! kenapa gak bawa aku ke sini dari dulu, sih! Ini tuh indah banget. Bangeeeeeet!"


Karena jam sudah menjukan pukul delapan malam, akhirnya kami bergegas pulang setelah selesai makan di Pujasera. Sumpah, sepi banget. Gak ada macet, gak ada angkot lewat, apalagi ojek online, gak ada. Hampir satu jam kita menunggu angkot, tapi sama sekali gak ada yang lewat. Katanya, kalau sudah jam sembilan malam, nyari angkot itu agak susah. Mau naik taxi online, harganya gak kira-kira, mahal!


Aku panik, takut gak bisa pulang.


“Jangan panik, sholawatan terus, guys!“

“Dari awal kan sholawat terus yang kita andelin,” Ria menyemangati aku dan Alfi.

“Iya,“ kataku dan Alfi bersamaan.


Kira-kira setelah 2 menit sholawatan, angkot yang kita tunggu-tunggu pun datang, sesaat rona wajah yang tampak muram berubah menjadi senyuman yang merekah bahagia. Andai saja kamu bisa melihat bagaimana ekspresi Alfi. Sungguh, dialah orang yang paling heboh saat menaiki angkot. Pas di dalam angkot, Alfi cerita, “Tadi gue sholawatan, terus membatin minta ke Allah dalam waktu 2 menit harus ada angkot, eh, ternyata bener, ada angkot lewat. Ya Allah.


Aku tersenyum. Ini kesekian kalinya diselamatin sama sholawat. sahutku membatin.

***

Yaelah, itu, mah, kebetulan aja kali. Gak ada sangkut pautnya sama sholawat”.


Aku yakin, di antara kamu yang membaca tulisan ini, ada yang berpikiran kayak gitu. Ada yang masih gak percaya sama apa yang aku tulis ini. Pasti ada. Iya, kan?


Kalaupun ada, gak apa-apa. Silahkan. Kamu bebas berargumen seperti apapun. Itu hak kamu, aku gak bisa maksa supaya kamu percaya sama aku. Tapi, apa yang aku tulis ini, sesuai dengan apa yang terjadi waktu itu – waktu di mana aku mendapatkan kemudahan-kemudahan yang Allah kasih berkat ngamalin sholawat setiap hari.

***

 Sesampai di rumah Aulia, aku merebahkan tubuhku di atas kasur, melepaskan rasa lelah setelah seharian pergi jalan-jalan. Aku tidak tahu jam berapa waktu itu, yang aku ingat sudah cukup malam. Mungkin sekitar jam sepuluh, tapi suasana di sekitar rumah Aulia teramat sepi. Melebihi sepinya hati. Hatinya Ria.


Aku mendapati Alfi sudah tertidur pulas, sedangkan Ria masih sibuk dengan ponselnya. Yasudah, karena lelah, aku memilih untuk tidur meskipun dalam keadaan belum mandi. Siapa peduli? Jangankan mandi, sekadar ganti baju saja tidak kepikiran. Akhirnya aku pun tertidur.


"Selamat malam, Kak Ria. Terimakasih sudah mengajakku ke Lampung."

***

Mobil travel yang tidak dirindukan ...


Hari itu, hari Senin – hari di mana aku dan Alfi pulang kembali ke Jakarta. Perjalanan kecil menuju Lampung, hanya berlangsung selama 5 hari. Sebenarnya, gak mau pulang, sih. Masih betah. Masih banyak tempat-tempat yang belum dikunjungi. Tapi waktu sudah memaksaku untuk pulang. Yasudah, akhirnya pulang, deh.


Awalnya aku dan Alfi mau pulang naik kereta. Tapi akhirnya kami berdua pulang naik mobil travel. Mobil travel yang tidak pernah dirindukan.


Ceritanya, begini...


Waktu itu, aku dan Alfi memutuskan untuk pulang naik kereta. karena, kalau naik bus itu ongkosnya mahal, dan uang yang kita punya sudah menipis. Alfi cari tahu jadwal keberangkatan kereta dengan tujuan Merak-Jakarta di internet, ternyata jadwal keberangkatan kereta tujuan Merak-Jakarta paling terakhir itu jam 2 siang. Okelah keburu kalau berangkat dari pagi, pikirku.


Perjalanan dari Lampung menuju pelabuhan Merak membutuhkan waktu selama enam jam, itu artinya aku dan Alfi harus berangkat sepagi mungkin. Kira-kira jam enam pagi harus sudah tiba di terminal untuk mencari bus tujuan pelabuhan Bakauheni.


Aku pikir gak akan ada halangan apapun. Tetapi yang dikhawatirkan terjadi juga. Kami bertiga, aku, Alfi dan Ria kesiangan. Jam enam pagi, kami baru bangun. Padahal seharusnya jam enam harus sudah rapi. Agak panik, sih. Takut gak keburu naik kereta. Tapi Ria bilang, katanya, masih keburu, nanti naik bus yang jam tujuh.


Aku melirik jam digital yang ada di pergelangan tangan kiriku. Hampir setengah delapan dan Ria masih nyetrika baju. Ah! Ini benar-benar kesiangan. Aku makin panik, tapi Ria santai-santai saja.

Kalau kamu mau tahu perasaanku waktu itu kayak gimana, pokoknya gak karuan. Takut gak keburu naik kereta. Takut gak bisa pulang. Perasaan antara takut sama bingung bercampur menjadi satu, kebayang kan bagaimana paniknya aku waktu itu?


Nah, setelah itu, kami bertiga langsung pergi mencari bus yang tujuannya ke pelabuhan Bakauheni. Matahari sudah kembali dari tempat peraduannya, tapi aku dan Alfi masih belum mendapatkan bus.

Semua bus yang lewat tidak ada yang berhenti. Aku cuma bisa sholawatin, minta yang terbaik sama Allah. Aku yakin Alfi dan Ria juga tidak berhenti bersholawat di benak hatinya, mereka berdua pun pasti meminta yang terbaik kepada Allah, meminta agar dimudahkan.


Aku menghela napas dalam-dalam.


Di saat aku mulai jenuh menunggu bus, di saat aku ingin menghujat dan mengeluarkan kata-kata kotor, tiba-tiba ada seorang bapak-bapak paruh baya datang menghampiri kami.


“Mau kemana, Dek ?” tanya bapak itu. Kalau aku boleh mengira-ngira, mungkin sekarang usianya sekitar 40 atau mungkin lebih. Dari garis wajahnya, sih, sudah terlihat tua.

“Ke Pelabuhan, Pak” kata Ria menjawab. Aku dan Alfi masih sibuk dengan pikirannya masing-masing. Tidak menyadari kedatangan bapak-bapak itu.

“Yasudah, bareng, aja. Saya juga mau ke Jakarta. Mobil saya yang itu,” ajakan bapak-bapak itu sambil menunjuk ke arah mobilnya.


Oh, ya. Ria tidak ikut pulang ke Jakarta, melainkan pulang ke rumah ibunya, entah di mana lokasinya, aku lupa. Yang jelas, rumah ibunya jauh dan sedikit terpencil. Tapi masih di daerah Lampung, kok. Ria hanya menunggu sampai aku benar-benar mendapatkan mobil. Sebenarnya aku agak ragu ikut pulang bersama bapak itu, takut kalau ia memiliki niatan yang buruk terhadapku. Kupanggil Alfi yang kala itu sedang menyantap makanan di depan warung.


“Fi, gimana? Mau naik mobil ini (Mobil Travel) aja? Tanyaku dengan raut muka sedikit ditekuk. Mungkin Alfi bisa menangkap ekspresi wajahku yang terlihat ragu waktu itu.

“Yaudah, Li. Ikut aja, deh”

“Insyaa Allah gak apa-apa

“Kita sholawatin aja,” kata Alfi sambil tersenyum kepadaku.


Aku dan Alfi menaiki mobil Si bapak itu. Tampangnya, sih, terlihat seperti orang baik-baik, apalagi ia mengenakan baju kokoh dan peci, tidak mungkin rasanya kalau Si bapak itu adalah orang jahat. Tapi tidak menutup kemungkinan, kan? Nggak ada yang tahu bagaimana hati seseorang. Siapa tahu saja dia memang orang jahat. Atau mungkin penilaianku saja yang terlalu berlebihan.


“Nanti kita bayarnya berapa, Pak?” tanyaku dengan dahi yang sedikit mengkerut. Aku  cemas. Cemas tarif yang diberikan jauh lebih mahal dari apa yang aku perkirakan.

“Biasanya kamu bayar berapa?”

“Hmm... saya coba tanya ke teman saya dulu ya, Pak.”


Aku turun dari mobil itu, hendak mencari Ria untuk menanyakan berapa tarif yang biasa ia bayar. Untungnya Ria belum beranjak pergi dari tempat di mana aku menunggu bus. “Coba dulu, Li, kasih seratus,” katanya, “pokoknya jangan lebih dari seratuh lima puluh ribu.”        


“Kalau seratus ribu, gimana, Pak? kataku setelah kembali menaiki mobil itu.

“Yaudah, tapi nanti tiket kapal kamu bayar sendiri, ya.”

“Iya, Pak. Nggak apa-apa.” Alfi mengiyakan dengan anggukan kecil.


Ponselku berdering. Kulihat ada pesan masuk dari Ria di grup “One Day 1000 Sholawat”

“Kalau ada apa-apa kabarin gue, ya”

“Jangan lupa sholawat!”

“Jangan nerima minum dari orang lain”

“Jangan mudah percaya”

“Kalau ada yang nawarin apa-apa jangan terlalu ditanggepin.”


Aku tahu, Ria pasti khawatir. Mengingat aku pulang ke Jakarta hanya berdua saja bersama Alfi. Ria pasti takut. Takut ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Tapi aku lebih takut. Pikiranku dipenuhi dengan prasangka buruk tentang penilaianku terhadap Si bapak itu.


Aku justru mikir yang aneh-aneh. Takut nanti aku kenapa-kenapa. Takut nanti aku diturunin di tengah jalan. Takut nanti aku diapa-apain. Takut nanti dirampok. Takut nanti dibawa ke tempat yang gak jelas.Takut nanti aku dibunuh terus pulang tinggal bawa nama. Takut..... Ah! Mikir yang aneh-aneh malah bikin aku makin ketakutan.


“Iya, Kak. Insyaa Allah” kataku, “do’a-in kita juga, ya, Kak.” Setelah membalas pesan dari Ria, ku masukan kembali ponselku ke tas.


Baiklah. Aku pasrah. Aku cuma bisa berdo’a. Aku cuma bisa sholawatan, selebihnya aku serahin semuanya sama Allah. Allah Maha Kuasa, sedangkan aku tidak. Jadi, Bismillah, aja.


“Kalau boleh tahu, dengan Bapak siapa, ya? Alfi mencoba mencairkan suasana yang  tiba-tiba saja hening.

“Nama saya Gunawan. Pak Gunawan”

“Saya baru abis ditugasin di Lampung. Ini saya mau pulang ke Jakarta. Jakarta Selatan,” jawab Pak Gunawan dengan pandangan tetap fokus ke depan.

“Lah. Jaksel mananya, Pak? Rumah saya juga di daerah Jaksel. Di ciganjur.”

“Di Mampang.” kata Pak Gunawan mengakhiri obrolan kecil bersama Alfi waktu itu.


Setengah perjalanan tiba-tiba mobil yang aku naiki berhenti. Pak Gunawan memarkirkan mobil ke sisi jalan. Deg! Ada apa ini? Kenapa berhenti? Jangan-jangan? Ah... aku mulai kembali memikirkan yang aneh-aneh.


Ternyata Pak Gunawan sedang mencari penumpang yang lain. Mencari penumpang yang hendak pulang ke Jakarta juga. Mungkin biar sekalian juga, kan lumayan dapat uang tambahan.


Di mobil penumpangnya cuma ada aku dan Alfi saja. Gak ada yang lain. Perasaan takut semakin menghantui pikiranku. Akhirnya aku menyuruh Alfi turun dari mobil untuk memotret flat nomornya. Siapa tahu nanti Pak Gunawan macam-macam dengan kami, aku tinggal melaporkannya saja.


Selama di perjalanan, yang namanya sholawatan tidak pernah terputus. Segala macam do’a aku panjatkan supaya selamat sampai tujuan. Dan sebisa mungkin aku mencoba untuk tidak tertidur. Tapi, mataku terlalu lelah menahan rasa kantuk yang mulai menyerangku. Akhirnya aku tertidur pulas.

***

“TADI GUE NAIK ANGKOT GAK BAYAR. SOALNYA ADA TEMEN IBU GUE DI ANGKOT. ALHAMDULILLAH!”


Itulah pesan singkat yang Ria sampaikan di grup WhatsApp kami.


“Barakallah. Gue sama Lily juga gak bayar tiket kapal. Bapaknya gak mauin, padahal udah kita kasih uang. Masya Allah!” Alfi yang membalas ketika kita berdua sudah di atas kapal fery. Aku hanya senyum-senyum di samping Alfi.


Percayalah! Ini semua pasti ada hubungannya dengan sholawat.

Masih mau nyanggah? Silahkan.

***

Senin, 20 Februari 2017...


Pukul 5 sore aku dan Alfi tiba di Jakarta. waktu itu, aku kepengin pipis. Jadi, aku memutuskan untuk ikut ke kantornya Pak Gunawan yang ada di bilangan Mampang, Jakarta Selatan. Lokasi kantornya berdekatan dengan rumah Alm. Olga Syahputra.


Aku salah menilai sosok Pak Gunawan. Salah besar!

Pak Gunawan itu orang baik. Sesampai di kantornya, ia begitu ramah mempersilahkan kami masuk. Ia juga tidak sungkan menyuruh kami untuk duduk di dalam ketika sedang menunggu ojek Online. Bahkan selama di perjalanan, dia menawari aku dan Alfi untuk makan bersama di Rumah Makan Padang.


Pak Gunawan, maaf, ya. Aku salah besar menilai Bapak. Sehat terus ya, Pak. Semoga panjang umur. Amin!


Setelah itu... Aku dan Alfi berpisah. Aku pulang ke rumahku. Dan Alfi pulang ke rumahnya.

***

Ada banyak hal yang aku pelajari dari perjalanan sederhana ini.


Bukan tempat tujuannya yang mengesankan. Tapi proses sebelum mendapatkan semuanya yang paling bermakna. Bagiku, ini perjalanan yang membawa pengaruh positif baik untuk diriku, maupun untuk teman-temanku.


Aku jadi merasa ingin selalu dekat dengan Allah. Setelah melihat begitu banyaknya keberuntungan yang kami dapatkan selama di Lampung. Dari sekian banyak nikmat yang Allah anugerahkan kepadaku, inilah salah satunya yang tidak boleh aku dustakan. Tidak boleh!


Masih segar diingatanku bagaimana aku berusaha mencari pundi-pundi uang, tapi Allah memudahkan jalannya. Aku masih ingat betul, bagaimana Allah memberikan berbagai kemudahan dengan cara-Nya yang unik. Dimulai dengan angkot gratis, makan gratis, penginapan gratis, dipertemukan dengan orang-orang yang baik-baik, sampai diakhiri dengan mendapatkan mobil travel yang super murah.


hanya seratus ribu dan penumpangnya khusus aku dan Alfi saja. Benar-benar mobil travel yang tidak pernah dirindukan.


Yaelah! Baru ke Lampung. Gimana kalau ke Bali. Lebay!”


Akan selalu ada orang-orang yang berpikiran seperti itu. Akan selalu ada orang-orang yang menganggap bahwa kebahagiaan itu bisa didapat hanya dengan memiliki banyak uang. Aku yakin pasti ada.


Kalaupun ada, nggak apa-apa. Aku nggak akan melarang kamu untuk berhenti berpikiran seperti itu. Silahkan saja. Menurutku, bukan uang yang membuat hati kita merasa bahagia. Tapi, sebanyak apa kita bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepada kita. Semakin banyak bersyukur, maka semakin banyak juga kebahagiaan yang kita peroleh.


Ada pelajaran hidup yang tak bisa aku dapatkan di bangku sekolah manapun. Bahwa, apapun keingan kita, semustahil apapun yang kita inginkan, kalau kita melibatkan Allah untuk mendapatkannya. Maka, semua akan lebih indah pada waktunya. Semua akan lebih bermakna pada akhirnya. Sepanjang kita bersabar menanti dan rajin berikhtiar, hasil yang akan kita raih pun akan jauh lebih manis dari apa yang kita harapkan sebelumnya. Insyaa Allah jika Allah meridhoi.


Jangan pernah meremehkan sholawat, apalagi do’a. Tapi harus tetap ingat, ya! Banyak minta sama Allah ibadahnya juga harus dibanyakin, sholatnya jangan ditinggalin, sholawatnya juga jangan lupa diamalin.. supaya Allah makin sayang sama kita.


Selain itu, kita juga harus belajar membatin sama Allah.


Bayangin. Pernah gak teman-teman membatin ke Allah? Ini yang harus coba kita lakukan. Belajar membatin kepada Allah. Itu romantis banget! Jadi, duduk sendiri, “Allah...” ngomong gitu, dalam hati. Dan yakinlah Inni Qareeb. Allah, tuh, dengerin.


Jangan fikir, “Saya kayak ngomong sendiri euy, kayak orang kurang waras.” Enggak. Allah itu mendengar. Jadi, kita membatin aja sama Allah. Ngomong dalam hati.

“YaAllah... Aku tuh lagi gini, lagi ada masalah ini,”

Please Allah.. Please.... bantuin aku.”

 Kalau kita mambatin seperti itu, Inni Qareebun (Allah itu dekat).

Sebagaimana firmannya dalam Surah Al-Mulk ayat 13 “Wa Asirruu Qoulakum Awij-Haruu Bih. Innahu ‘Alimun Biza Atish-Shudur (Dan rahasiakanlah perkataanmu atau nyatakanlah. Sungguh, Dia mengetahui segala isi hati).


Ini karna kita punya do’a sebagai senjata.


Kalau kita gak punya harta. Gak apa-apa. kita punya do’a. Kalau kita tampangnya biasa-biasa. Gak apa-apa. Kita do’anya luar biasa. Kalau kita ngerasa kayaknya gak punya sesuatu yang menarik. Gak apa-apa. Do’a kita menarik di sisi Allah. Pokoknya, kalau kita gak punya apapun. Gak punya modal apapun dalam hidup, kita punya Allah S.W.T., tinggal minta sama Allah. Mintalah! Allah akan kasih...


Wa Izaa Sa Alaka Ibaadi Anni Fainni Qoreeb”


Jadi, selama kita masih berdo’a kepada Allah. Janganlah berputus asa. Allah Maha tahu apa yang kita butuh, bukan apa yang kita inginkan.


Sekali lagi, bukan maksud aku untuk menggurui. Bukan. Aku akan teramat sedih jika kamu beranggapan seperti itu. Aku hanya ingin menulis sesuatu yang bisa mendatangkan manfaat bagi kamu yang membacanya, agar kelak bisa menjadi ladang pahala untuk aku, untuk kamu dan untuk kita semua.           


Hmm ....


Demikian kisah sepenggal pengalamanku selama di Lampung kemarin. Semoga aku, kamu dan siapun yang membaca tulisan ini bisa lebih rajin lagi mengamalkan sholawat.


Sebenarnya, sih, masih banyak yang mau aku ceritain. Berhubung... sebentar, jam berapa ini? Ya Allah.. jam 5 lewat 27 menit, itu artinya aku harus benar-benar mengakhiri ceritaku hari ini.


Selamat sholat subuh. Selamat sholawatan.

***


Comments

  1. Subhanallah, semoga Allah juga meridhoi saya, apa apa yang saya tulis di kertas bisa menjadi kenyataan dengan berbuat baik mengamalkan sholawat dan meyakinkan hati bahwa sesuatu yg kita minta pasti Allah kabulkan, aamiin yaaa, saya juga sebenarnya terinspirasi sama wirda Mansyur, dan ketika cari cari manfaat sholawat (pengalaman takjub ketika mengamalkan sholawat) ada cerita kakak kakak juga disini, sangat bermanfaat, terimakasih yaaa... 🙏 Smg kita semua selalu mendapat berkah dari Allah...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amin. alhamdulilah jika di tulisan ini ada manfaat yang bisa kakak ambil, semoga apa yang selalu kita tulis selalu menuai kebaikan, ya...

      Delete
  2. Cara suscribe nya gimana yaaaa. Please, ane ingin suscribe. Alhamdulillah bertemu dengan pejuang sholawat laennya. Semoga makin barikah blog nya. Dan semakin semangat baca SHOLAWAT. Ijin share link ke blog ane yaaaaaa.

    ReplyDelete
    Replies
    1. silakan share jika blog ini ada manfaatnya, ya :)

      Delete
  3. MasyaAllah,kak aku sampe nangis baca blog Kaka mulai hari ini aku akan sering-sering sholawat😢 .. dan aku pengen bgt bisa kuliah gratis di UGM tahun besok 😭😭

    ReplyDelete
    Replies
    1. Samaan... Semoga kita bisa di UGM tahun depan. Amin

      Delete
    2. Samaan... Semoga kita bisa di UGM tahun depan. Amin

      Delete
    3. semoga hajat kamu yang mau kuliah di UGM dikabul sama Allah, ya.

      Delete
  4. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  5. makasih ceritanya.mencerahkan dan memberi semangat.moga sbg pencinta Rasul kita akan diberi safaat di hari akhir...Aamiin..

    ReplyDelete
  6. Assalamualaikum kak, makasih atas blognya.. Alhamdulillah saya mendapat banyak pencerahan, motivasi buat ngamalin Sholawat buat ngejar Impian Saya..
    minta Do'anya kak dan semua pembaca blog ini..
    terima kasih
    wassalamualaikum..

    ReplyDelete
  7. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  8. kepada pembacaku terima kasih atas waktu yang sudah kamu luangkan untuk membaca blog ini. beberapa bulan terakhir aku memang tidak begitu aktif mengelola konten blog ini, insyallah awal tahun dan ke depannya aku akan istiqomah menulis sesuatu yang bermanfaat. doakan supaya blog ini menjadi salah satu blog yang bermanfaat, ya :)

    ReplyDelete
  9. Keajaiban sholawat membawaku ke sini. Masya Allah.. Terimakasih sharing ceritanya :))
    Membuatku tmbah semgat ngamalin sholawat..
    😊😊

    ReplyDelete
    Replies
    1. semoga apa yang kamu doakan dikabulkan sama Allah, ya. Allahuma sholii a'la

      Delete
  10. Huhuhuu lagi galau bangett, soalnya besok ujian praktik dan aku bener2 gak paham, Allah maha kuasa, bikin saya tiba2 kepikiran ttg sholawat, coba iseng cari referensi di gugel, eh nemu ini cerita.. ya ampunn amal jariyah banget ini buat kamu, motivated banget buat yg baca, thank youuu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga Allah memudahkan urusanmu, ya. terima kasih sudah mampir ke blog saya.

      Delete
  11. tp kalau dikabulkan di dunia, entar di akhirat tdk papat syafaat lagi..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maaf mau nimbrung menjawab.... maaf kalu salah... saya pernah dengar ceramah habib novel... apabila kita ber solawat 100 kali maka akan di kabulkan hajat atau keinginan kita di dunia 30 dan di kabulkan 70 hajat dan keinginan di akhirat. Hanya allah yang tau

      Mohon maaf kalau salah mohon di benarkan.

      Delete
  12. Nemu blok iini ,, masya allah cerita nya luar biasa,, sangat bermanfaat kak

    ReplyDelete
  13. Assalamualaikum
    masya Allah luar biasa sekali
    mohon izin share ya kak

    ReplyDelete
  14. assalamualaikum.. saya lg bingung luar biasa.. saya umur 42 thn msh nganggur dan jomblo. dulu thn 2003 saat msh kerja di bdg saya sering dimutasi, diremehkan teman dan atasan krna otak dan tenaga saya payah shg saya tdk betah dan mengundurkan diri, nyari kerja lg baru sebentar dipecat krna tdk becus kerja. di kampung buka usaha kecil kecilan bangkrut, jualan online tdk laku.. dulu saya di bdg kalau nyari jodoh sering ditolak cewe, diremehkan cewe, dibohongi teman, dimanfaatkan teman, diancam org, dipukul orang dll.. di kampung nyari jodoh tambah sulit krna sepi dan cewe yg jarang ada yg cantik, kalau ada yg agak cantik saingannya bnyk.. akibatnya saya selama 15 thn tiap hari marah marah, berkata kotor, susah tidur, kdng banting barang barang, sering berdoa yg buruk buruk dll. apa saya kena gangguan ghaib? dulu kakek dan uwa saya paranormal sakti.. saya sdh 12thn agak rajin ibadah tp nasib tdk berubah.. dulu thn 2003 saat merantau ke bdg saya melamar cewe nama nya nur (andir ciparay), tp lamaran saya ditolak, saya sampai skrng blm mampu melupakan dia. yg bikin saya cinta mati dg nur krna dia cantik, pendiam, lugu, rajin sholat, tdk matre, jarang keluyuran, dia juga jadi tulang punggung keluarga krna ortu nya petani miskin. saya mengira nur jodoh saya, krna saya kalau ada di dkt dia hidup saya semangat, hati saya damai, tp ternyata dia cewe yg paling sulit saya dapatkan. saya ngejar dia 2 thn (2001-2003) tp saya ditolak habis habisan pdhl dia sdh putus dg pacarnya. saya bilang kpd dia saya tdk akan nikah atau akan bunuhdiri jika dia menolak saya terus, tp dia tetap menolak saya. nur mentang2 cantik shg sombong dan jual mahal. saya pernah diusir sama dia saat saya main ke rumahnya, mungkin dia sdh dipelet cowok lain shg kelakuan nya spt kemasukan jin. . dia memuja cowoknya dan dia meremehkan saya. saya nyari cewe yg lain gagal lg. saya ditolak lagi, dibohongi teman, dimanfaatkan teman dll saat nyari cewe. saya sdh pernah ditolak cewe 7x. bukan krna saya kurang ganteng tp krna saya cupu dan loyo. cewe suka cowo yg jantan atau yg mapan. thn 2005 saat nur sdh nikah dg mantan pacar nya saya sering kirim surat ancaman kpda dia shg dia keguguran 3x krna sakit hati, kemudian thn 2009 dia cerai dg suaminya dan nur mencari cari saya supaya saya melamar dia, tp saya tdk berani datang krna saya yg merusak rumah tangga dia. selain itu saya sdh di kampung tdk merantau ke bdg lagi. tp saya sdh minta maaf kpd nur lwt surat. krna dulu saya lg stres berat krna saya merantau ke bdg sering dijahati org dan sering ditolak cewe. kemudian saya pulang kampung saya nganggur dan jomblo berthn thn. kalau nur bukan jodoh saya, kenapa saya seumur hidup cuma mencintai dia seorg. kpda cewe lain saya tdk pernah bsa mantap.. saya selalu ragu, minder dll.. saya yg berjuang dan berkorban mati matian utk mendapatkan nur, saya tdk dpt apa apa, tp cowok lain yg nyantai malah bsa nikah dg dia. alloh spt enteng memberi siksaan kpd saya tp alloh spt berat atau enggan melepaskan saya dari siksaan ini. mungkin krna saya cucu dukun sakti shg nasib saya sial terus. meski saya terus meningkatkan ibadah tp nasib tdk pernah berubah. saya sejak kecil sering dibully teman. ada yg bilang saya bodoh dan lemah, manusia aneh, tdk punya masa depan, tdk berguna dll..saya kalau dihina, ditipu, dipukul, difitnah saya msh agak tegar tp saya ditolak cewe, terutama cewe yg sangat saya cintai saya langsung terpuruk.. saya skrng males nyari cewe dan nyari kerja krna trauma. selain itu hati saya dipenuhi kemarahan, kebencian dan dendam.. solusinya bgmana ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Berbaik sangka ke ALLAH bro. Jangan putus harapan ke ALLAH. Selamat berjuang.

      Delete
    2. Mas, selalu khusnuzon sama Allah, ya. Percaya kepada hidup dengan mengimaninya. jauh sebelum mas merantau ke Bandung, ditipu teman-teman, ditolak berkali-kali oleh perempuan, atau tidak bersanding dengan Nur, dari 50 ribu tahun yang lalu (dalam ukuran Allah) nama Mas sudah tertulis di lauhul mahfuz. Jodoh, rezeki, garis hidup mas sudah ditentukan Allah. bukan berati Allah tidak sayang atau enteng memberi siksaan kepada masnya, Allah hanya ingin Mas lebih sabar dan ikhlas menjalani hidup. tetap lakukan yang terbaik, ya. jangan lupa selalu libatkan Allah dalam setiap aktivitasnya mas. Man Shobaro Zafiro, kalau masnya tetap sabar insyallah jadi orang yang beruntung. selamat berjuang, ya.

      Delete
  15. Assalamualaikum kak mau bertanya, semisalnya kita belum melunasi sholawat 1000x pada hari ini , apa bisa dibayar esoknya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. walaikumsalam. mohon maaf ya baru sempet dibales. diusahakan sehari bisa 1000x, tapi kalo gak sampai segitu gapapa seikhlasnya kamu aja mau ngamalin sholawat berapapun juga.

      Delete
  16. Dengan solawat semoga cita cita dunia akhirat kita terwujud aku ingin memulainya dengan bismillah bersalawat terus sampai terwujud. Saat ini membaca artikel ini dengan linangan air mata mengingat diriku sangat lemah. Sangat bergantung sama Allah SWT. Aamiin yrb

    ReplyDelete
    Replies
    1. amiiin semoga apa yang kamu cita-cita kan terwujud, ya. aku bantu doa di sini :)

      Delete
  17. masyallah semangat nya luarbiasa kka,jadi semngt deh shalawatnya alhamdulillah ,,
    ceritanya ada yang ngakak bgt, lucu,ada sdihnya jga,,,jadi terhibur

    ReplyDelete
    Replies
    1. alhamdulillah kalau kamu jadi terhibur, hihi :D

      Delete
  18. Satu almamater, beda jurusan. Salam sari BPI UIN JKT. Jadi ini KPI angkatan 2015 ya??

    ReplyDelete
  19. Subhanallah... Insyaallah.. Istiqomah...

    ReplyDelete
  20. Baru baca skrng.
    Dr ceritanya sedih,
    Seandainya dlu ada saya. Mngkin bs bantu slma d lampung 🙏😊

    ReplyDelete
  21. Pernah waktu itu mau Uas Statistik, Sebenarnya kurang paham mengenai matkul Statistik ,tapi waktu pagi sebelum uas kepikiran untuk sholawat dari rumah sampai mengisi Uas pun saya sholawat, Dan Alhamdulillah hasil uas nya sangat2 memuaskan sayapun sebenarnya tidak percaya dg hasilnya tapi itulah sholawat membuat yg tidak mungkin menjadi mungkin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya kita berusaha membujuk Allah supaya kasian sama kita salah satunya dengan sholawat. semoga kita sama-sama istiqomah ngamalinnya ya.

      Delete
  22. السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ

    Ini adalah salah satu cerita kalian yg mengajak saya utk bersholawat setiap hari, utk saat ini sanggup 2000x.

    Singkat curhat.. Kok seakan-akan sholawat saya tdk manjur spt kebanyakan testimoni sholawat org lain yg sering saya baca? Sediiihh, kecewa dan gak bohong suka buruk sangka krn sholawat + doa saya tdk dikabul.

    Gmn sebaiknya menghadapi persoalan yg sdh membuat saya ke tahap sangat stress saking menggebunya keinginan, lalu kencangnya bersholawat yg pd akhirnya (seperti) sia-sia.

    Krn yg kita tahu.., Sholawat min. 1000x dpt memenuhi keinginan, toh keinginan ini tdk besar / berat. Tersisalah skrg sakit hati, perasaan tdk dianggap, juga lelah hati yg berujung depresi.

    Tolong, mungkin ada masukan atau solusi?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku sedikit ngasih insight ya, sebelumnya kita harus luruskan niat dulu. Ngamalin sholawat jangan karena ingin hajat kita dikabulkan Allah, tapi niatin sebagai bentuk cinta kita kepada Nabi Muhammad, Kalau kita udah cinta sama Nabi Muhammad dan ikhlas ngamalin sholawatnya insyallah Allah juga jadi nggak tegaan dan mau ngabulin doa-doa kita. semoga kita sama-sama istiqomah ngamalin sholawat ya.

      Delete
  23. Gimana kalo kita sholawatin buat dapat seoarang pacar ? Meskipun hakikat pacar sendiri enggak di bolehin sama agama.

    Cuma kepikiran aja

    Mau tahu gimana reaksi orang yg baca koment ini dan khususnya mbak nya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sebetulnya sholawat ini bukan hanya semata-mata ingin dikabulkan hajat kita sih. Mau sholawatin apa pun kalau Allah belum mau ngabulin ya enggak akan. Aku sih ngamalin sholawat sebagai bentuk cinta aku ke nabi Muhammad, siapa tau dengan aku sholawatan dan mencintai Nabi Allah jadi bermurah hati dan nggak tegaan. Balik lagi ke niat awal kita.

      Delete
  24. Masya Allah, pengalaman mengamalkan sholawat terbukti keajaibannya, semoga tetap istiqomah..
    Btw, ceritanya seru udah cocok jadi penulis nih, yang baca jadi terbawa suasana.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih banyak sudah mampir dan baca ceritaku ya.

      Delete
  25. Terimakasih atas cerita dan motivasi nya kak semoga banyak orang yang termotivasi dengan cerita kakak,dan semoga yang sekarang sedang menginginkan hajatnya terkabul cepat diijabah sama Allah
    Dan mohon doanya untuk yang membaca ini,semoga hajatku segera terkabul amin,salam dari Lampung kak😇

    ReplyDelete
  26. Tiba2 teringat tentang sholawat seakan Allah sedang memberi petunjuk kepada saya krn beberapa hari y lalu liat video ditiktok tentang sholawat,akhirnya cari tau digoogle,kemudian allah arahkan kesini,semoga saya bisa sholawat 1000x dan mengajarkan juga ke anak2 saya,terimakasih ceritanya

    ReplyDelete
  27. Seru bgt ceritanya ..berkah ya

    ReplyDelete
  28. Subhanallah nemu blog ini nggak nyesel bacanya dari awal sampe akhir bahasanya mudah di mengerti mudah dipahami banyak ilmu kebaikan yang di dapat. Jadi semangat buat shalawat 1000 kali perhari
    Btw mau nanya kak lily kalo sholawat 1000 kali perhari waktunya itu bisa di bagi bagi misalnya setelah shalat subuh 200 dzuhur 200 atau harus sekaligus ya kak?
    Aaaahh sukses pokoknya buat blog nya ya kak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih banyak udah mau baca blogku ya hihi.

      Aku biasanya dibagi-bagi juga semampu dan seiklhasnya aku. 1000 langsung pun boleh, dibagi-bagi juga boleh. Yg penting kita ngamalinnya ikhlas gak dibikin beban, ya. Semangaaat!!!

      Delete
  29. barusan nyoba, biasanya aku dengerin di yutub sambil kerja dan pasang headset, oiya aku 25 thn, pekerja swasta sekaligus ibu rumah tangga sambilan jualan di tokopedia, baru ngamalin 30 menit sholawat ada pesenan masuk, merinding seketika, alhamdulillah dari SMA waktu itu ngamalin sholawat tp ga sampe seribu, tp saya yakin manfaatnya, saya sudah merasakaan keberkahannya, mantappp! terima kasih ya ceritanya inspiratif dan bikin semangat buat mengamalkan ini setiap hari,

    ReplyDelete
    Replies
    1. alhamdulillah ikut seneng saya jadinya, apa pun keinginannya semoga dengan mengamalkan sholawat Allah mau bermurah hati dan nggak tegaan ya jadi dikabulin hajatnya hehe amiiiin

      Delete
  30. Semoga q dpt ngamalin and istiqomah...

    ReplyDelete
  31. Pengalaman yg luar biasa, keyakinan yg kuat dengan bersholawat yg slalu jadi andalan untuk jalan memohon karunia allah swt. Semoga allah senantiasa merahmati mba lily, aaminn...

    ReplyDelete
  32. terima kasih telah berbagi pengalaman, semoga kita bisa mengamalkan seribu sholawat perhari.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tak Semanis Nasib Anak Tetangga

Tak Semanis Nasib Anak Tetangga Source: Pinterest AKULAH Anindya, terlahir untuk diremeh-temehkan. Mungkin kau tak percaya atau bahkan tertawa kecil sambil berujar mana mungkin ada orang yang bernasib sedemikian buruk. Barangkali kau sudah mendengar cerita tentang diriku dari para petualang di penjuru negeri sehingga mendapat gambaran yang amat keliru tentangku. Aku lahir dengan nama kecil Anin. Bapak ku hanya seorang buruh pabrik biasa. Tak berdasi, apalagi punya banyak materi di sana-sini. Ibuku, Nunik, pun sama, sehari-hari kesibukannya hanya mengurusi dapur dan sumur. Namun, setelah menjelang Ma gh rib pekerjaannya bertambah satu:  mengajar anak-anak mengaji di surau dekat rumahku tinggal. Begitulah kiranya keadaanku. Aku bukan anak perempuan yang terlahir dari keluarga berada. Aku lahir di Magelang , tapi besar di Tangerang. Ibuku kelahiran Jawa, setelah ia memutuskan menikah dengan Bapak. Ibu langsung diboyong ke Tangerang untuk menetap di sana. Namun, sebulan

Nikmat Sholawat: Diutamakan Saat Kiamat

Tahun 2017 lalu, aku pernah mengulas sedikit pengalaman tentang mengamalkan shalawat bersama teman-temanku. Niat awal hanya ingin mengabadikan perjalanan yang sederhana dan penuh makna. Tetapi di luar dugaan alhamdulillah tulisanku diterima banyak orang, bahkan ada yang termotivasi   untuk ikut mengamalkan sehari seribu shalawat. Selain yang pernah kutuliskan sebelumnya, sebetulnya sampai sekarang pun banyak keajaiban-keajaiban kecil yang aku dapat berkat fadhilah mengamalkan shalawat. Misalnya sebulan yang lalu aku sempat mengalami kesulitan perekonomian. Uang tabungan sudah defisit untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran yang tak terduga. Apalagi ketika musim nikahan di sana-sini, bayar arisan yang selalu nombokin, ongkos magang yang over budgeting , itu cukup membikin kepalaku mumet tak keruan. Ditambah uang saku yang diberikan ibu tidak seberapa dan kadang masing kurang. Sedihnya aku sampai harus jual kedua cincinku supaya bisa bayar arisan setiap minggunya. Samp