Skip to main content

Aku, Bukanlah An-Nur 26



-Aku, Bukanlah An-Nur 26-

Kata mereka, aku adalah perempuan baik. Rajin sembahyang, rajin mengaji, juga rajin menjaga diri. Kata mereka, aku adalah perempuan baik. Dimana aku selalu mengenakan hijab kemana pun aku pergi.

Kata mereka, aku adalah perempuan baik. Selalu membahas tentang agama di status media sosialku. Kata mereka, aku adalah perempuan baik. Tidak pernah melakukan kedzaliman terhadap Allah maupun pada diriku sendiri.

Kata mereka, aku adalah perempuan baik. Mustahil apabila aku pernah melakukan zina dengan laki-laki yang bukan muhrimku. Kata mereka, aku adalah perempuan baik. Perempuan baik seperti yang telah diterangkan dalam surah An-Nur 26.

Salah. Mereka salah menilaiku.
Aku bukan perempuan baik-baik.
Aku, bukanlah An-Nur 26.

Bagaimana bisa aku dikatakan baik, ketika salat fardhu masih saja aku tinggalkan?
Bagaimana bisa aku dikatakan baik, ketika ayat Al-Quran selalu aku abaikan?
Bagaimana bisa aku dikatakan baik, ketika aku masih tidak istiqomah menutup aurat?

Salah. Mereka benar-benar salah menilaiku.
Aku bukan perempuan baik-baik.
Aku, bukanlah An-Nur 26 yang seperti kalian maksud. Bukan.

Bagaimana bisa aku dikatakan baik, ketika aku sering melakukan kedzaliman terhadap Allah dan juga diriku sendiri?
Bagaimana bisa aku dikatakan baik, ketika aku tahu zina itu dosa tapi aku masih mengerjakannya?

            Sungguh, aku bukan perempuan baik-baik.

Aku memiliki masa lalu yang amat tidak baik. Aku punya masa lalu yang amat kelam. Ibarat warna, mungkin masa laluku sepekat warna hitam. Aku adalah perempuan yang tidak bisa menjaga diri. Aku tidak sesuci apa yang kalian pikirkan. Sungguh, tidak seperti itu.

Aku adalah pendosa. Tidak terhitung seberapa banyak dosa yang pernah aku perbuat. Mungkin saja,  gunung yang menjulang tinggi pun masih kalah besar dengan tumpukan dosa-dosaku yang semakin meninggi.

Siapa bilang aku tidak pernah berzina? Justru aku lah perempuan yang suka berzina dengan laki-laki yang bukan muhrimnya. Jika hari ini aku menceritakan masa laluku, sudah bisa dipastikan kalian akan langsung mencemoohku. Barang tentu kalian akan menatapku dengan tatapan merendahkan.

Karena, aku lah perempuan yang paling lemah imannya. Aku lah perempuan yang paling buruk akhlaknya. Aku tahu, aku bukan perempuan baik-baik. Maka aku tidak pantas disandingkan dengan laki-laki yang baik pula. Karena aku, bukan perempuan baik.
         
            Aku kotor.

Masa laluku terlalu hitam pekat. Tidak tahu apakah aku masih bisa untuk memutihkannya kembali atau tidak.

Aku tahu, aku bukan perempuan baik-baik. Tapi hari ini aku mencoba untuk menjadi perempuan yang lebih baik lagi daripada hari kemarin. Aku mohon, janganlah kau menertawai niat baikku ini, cukuplah kalian mendoakan aku agar aku bisa benar-benar baik seperti kalian.

Aku butuh seseorang yang bisa menjadi matahari dalam kehidupanku. Dimana cahayanya mampu menyinari hidupku yang kelam. Dimana cahayanya mampu menyinari jalanku yang sempat tersesat. Lantas, di mana aku bisa mendapatkan matahari itu?
         
            Ya Allah, aku tahu.
            Aku bukanlah perempuan baik-baik. Tapi apakah aku masih bisa menjadi An-Nur 26?








Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Sehari Seribu Sholawat

Sehari Seribu Sholawat Bismillaahir Rahmaanir Rahiim... Kamu tahu apa manfaat dari mengamalkan sholawat setiap hari? Jawabannya, manfaat sholawat banyak banget. Banget! Nggak kehitung, deh, seberapa banyak kemudahan yang bakalan kita dapat setelah mengamalkan sholawat. Cuma dengan sholawat, Insyaa Allah, kita bisa mendapatkan apa aja yang kita butuh. Percaya? Oke, nggak apa-apa kalau kamu nggak percaya. Tapi ini beneran! Aku nggak ngibul. Sumpah. Aku akan tulis tentang pengalamanku setelah mengamalkan seribu sholawat setiap hari sesuai dengan apa yang terjadi waktu itu, meskipun tidak terlalu detail, tapi itulah intinya. Aku tulis cerita ini, bukan maksud aku ingin dianggap sok suci, sok alim, atau pun riya karena ingin dipuji. Bukan, sama sekali bukan. Demi Allah, aku hanya ingin berbagi pengalaman yang sudah aku dan teman-temanku rasain selama di Lampung berkat ngamalin sehari seribu sholawat. Aku hanya ingin kamu yang membaca tul

Tak Semanis Nasib Anak Tetangga

Tak Semanis Nasib Anak Tetangga Source: Pinterest AKULAH Anindya, terlahir untuk diremeh-temehkan. Mungkin kau tak percaya atau bahkan tertawa kecil sambil berujar mana mungkin ada orang yang bernasib sedemikian buruk. Barangkali kau sudah mendengar cerita tentang diriku dari para petualang di penjuru negeri sehingga mendapat gambaran yang amat keliru tentangku. Aku lahir dengan nama kecil Anin. Bapak ku hanya seorang buruh pabrik biasa. Tak berdasi, apalagi punya banyak materi di sana-sini. Ibuku, Nunik, pun sama, sehari-hari kesibukannya hanya mengurusi dapur dan sumur. Namun, setelah menjelang Ma gh rib pekerjaannya bertambah satu:  mengajar anak-anak mengaji di surau dekat rumahku tinggal. Begitulah kiranya keadaanku. Aku bukan anak perempuan yang terlahir dari keluarga berada. Aku lahir di Magelang , tapi besar di Tangerang. Ibuku kelahiran Jawa, setelah ia memutuskan menikah dengan Bapak. Ibu langsung diboyong ke Tangerang untuk menetap di sana. Namun, sebulan

Nikmat Sholawat: Diutamakan Saat Kiamat

Tahun 2017 lalu, aku pernah mengulas sedikit pengalaman tentang mengamalkan shalawat bersama teman-temanku. Niat awal hanya ingin mengabadikan perjalanan yang sederhana dan penuh makna. Tetapi di luar dugaan alhamdulillah tulisanku diterima banyak orang, bahkan ada yang termotivasi   untuk ikut mengamalkan sehari seribu shalawat. Selain yang pernah kutuliskan sebelumnya, sebetulnya sampai sekarang pun banyak keajaiban-keajaiban kecil yang aku dapat berkat fadhilah mengamalkan shalawat. Misalnya sebulan yang lalu aku sempat mengalami kesulitan perekonomian. Uang tabungan sudah defisit untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran yang tak terduga. Apalagi ketika musim nikahan di sana-sini, bayar arisan yang selalu nombokin, ongkos magang yang over budgeting , itu cukup membikin kepalaku mumet tak keruan. Ditambah uang saku yang diberikan ibu tidak seberapa dan kadang masing kurang. Sedihnya aku sampai harus jual kedua cincinku supaya bisa bayar arisan setiap minggunya. Samp