Skip to main content

Tutup Aurat Sebelum Menjadi Mayat

"Kalau pake hijab nyari kerjanya susah"
Sungguh, kata-kata di atas merupakan sebuah statement yang teramat keliru. Di era sekarang, perempuan muslim di luar sana masih keliru dan tersesat tentang perihal kewajiban menutup aurat. Ada beberapa dari mereka yang masih menampik dan menolak dengan kasar ketika ada seseorang yang mengajaknya untuk mengenakan hijab.

Siapa bilang pakai kerudung membuat kita susah mencari pekerjaan? Memang yang menentukan rezeki manusia? Bukan, kan? Manusia hanyalah tempat perantara Allah untuk menurunkan rezeki bagi umat-Nya. Tidak ada satu pun manusia yang kuasa memberikan seseorang rezeki tanpa seizin dan kehendak Allah.

Sedih memang, ketika saudariku masih bersikeras mempertahankan prinsipnya tentang statementNanti dulu, deh. Kalau pake hijab takut susah nyari kerja.” Jika benar demikian, tidak mungkin Allah akan memberikan harta yang melimpah ruah kepada Khadijah, karena Khadijah menutup auratnya dengan mengenakan kerudung. Rezeki dan pekerjaan itu sudah Allah tentukan dari jauh-jauh hari. Bahkan sebelum kita dilahirkan ke dunia yang fana ini pun Allah telah menentukan semuanya baik dari segi rezeki, jodoh, umur, nasib, maupun takdir.

Ingatlah saudariku, sekalipun atasan di kantor memberlakukan peraturan tentang larangan mengenakan kerudung, di atas atasan ada atasan yang sebenarnya yang memerintahkan kita untuk menutup aurat kita.

Kalau dipikir-pikir banyak perempuan di luar sana yang masih belum paham perihal kewajiban menutup aurat, mereka berasumsi bahwa mengenakan hijab adalah sebuah pilihan bukan kewajiban. Apalagi mendengar spekulasi mereka mengenai: “Percuma pakai hijab kalau masih suka maksiat.” Atau “Hatinya dulu deh yang dihijabin, baru kepalanya.” Sungguh amat sedih mendengar mereka mengatakan hal seperti itu.

Kewajiban menutup aurat itu setelah kita sudah baligh, bukan setelah menjadi baik. Justru perempuan baik-baik akan menutup auratnya dengan segera, bukan malah menunda-nunda. Apalagi kalau menunda sampai nanti. Memang ada yang tahu kapan kita akan mati? Tidak ada yang tahu, kan?

Kadang masih ada saja di luar sana yang dengan terang-terangan menyatakan hal seperti ini: “Mendingan gak pake hijab, tapi gak suka maksiat. Daripada pake hijab tapi maksiat jalan terus.”

Hey saudariku, akhlak dan hijab merupakan dua hal yang berbeda. Menutup aurat adalah sebuah perintah. Tidak peduli jika ia baik ataupun buruk. Semua perempuan yang sudah baligh memiliki kewajiban untuk menutup auratnya. Perihal masih melakukan maksiat itu urusan kita dengan Allah langsung. Hanya Allah yang tahu seberapa banyak atau seringnya kita melakukan maksiat.

Insha Allah dengan kita menutup aurat perbuatan baik akan terus membersamai kita. Hanya orang bodohlah yang menunda-menunda melakukan kebaikan. Jika mengutip ucapan Panji Ramdhana, menuju baik itu baik. Jadi, selama nyawa masih bergelayut di tubuh kita, berlomba-lombalah melakukan kebaikan. Bukan malah sibuk berlomba-lomba membandingkan satu individu dengan individu yang lainnya.

Ingat saudariku, satu helai rambut yang terlihat oleh orang lain yang bukan muhrim kita, setara dengan mendekatkan satu langkah kaki ayah kita ke dalam neraka. Bagaimana jika kita benar-benar tidak menutup kepala kita dengan mengenakan hijab? Tidak dapat dihitung berapa langkah kaki sang ayah yang semakin mendekati pintu neraka.

Aku mohon saudariku, jangan kau gadaikan hijabmu hanya demi uang, jabatan atau popularitas. Allah Maha Kaya dan Maha mengayakan. Mintalah rezeki kepada-Nya. Jangan kau gantungkan nasibmu kepada manusia. Karena manusia hanyalah makhluk lemah di hadapan Allah.
Bila di ujung cerita  kita pun akan menutup aurat, mengapa tidak sekarang sebelum menjadi mayat? Yuk berhijab! (Felix Siauw).








Comments

Popular posts from this blog

Sehari Seribu Sholawat

Sehari Seribu Sholawat Bismillaahir Rahmaanir Rahiim... Kamu tahu apa manfaat dari mengamalkan sholawat setiap hari? Jawabannya, manfaat sholawat banyak banget. Banget! Nggak kehitung, deh, seberapa banyak kemudahan yang bakalan kita dapat setelah mengamalkan sholawat. Cuma dengan sholawat, Insyaa Allah, kita bisa mendapatkan apa aja yang kita butuh. Percaya? Oke, nggak apa-apa kalau kamu nggak percaya. Tapi ini beneran! Aku nggak ngibul. Sumpah. Aku akan tulis tentang pengalamanku setelah mengamalkan seribu sholawat setiap hari sesuai dengan apa yang terjadi waktu itu, meskipun tidak terlalu detail, tapi itulah intinya. Aku tulis cerita ini, bukan maksud aku ingin dianggap sok suci, sok alim, atau pun riya karena ingin dipuji. Bukan, sama sekali bukan. Demi Allah, aku hanya ingin berbagi pengalaman yang sudah aku dan teman-temanku rasain selama di Lampung berkat ngamalin sehari seribu sholawat. Aku hanya ingin kamu yang membaca tul

Tak Semanis Nasib Anak Tetangga

Tak Semanis Nasib Anak Tetangga Source: Pinterest AKULAH Anindya, terlahir untuk diremeh-temehkan. Mungkin kau tak percaya atau bahkan tertawa kecil sambil berujar mana mungkin ada orang yang bernasib sedemikian buruk. Barangkali kau sudah mendengar cerita tentang diriku dari para petualang di penjuru negeri sehingga mendapat gambaran yang amat keliru tentangku. Aku lahir dengan nama kecil Anin. Bapak ku hanya seorang buruh pabrik biasa. Tak berdasi, apalagi punya banyak materi di sana-sini. Ibuku, Nunik, pun sama, sehari-hari kesibukannya hanya mengurusi dapur dan sumur. Namun, setelah menjelang Ma gh rib pekerjaannya bertambah satu:  mengajar anak-anak mengaji di surau dekat rumahku tinggal. Begitulah kiranya keadaanku. Aku bukan anak perempuan yang terlahir dari keluarga berada. Aku lahir di Magelang , tapi besar di Tangerang. Ibuku kelahiran Jawa, setelah ia memutuskan menikah dengan Bapak. Ibu langsung diboyong ke Tangerang untuk menetap di sana. Namun, sebulan

Nikmat Sholawat: Diutamakan Saat Kiamat

Tahun 2017 lalu, aku pernah mengulas sedikit pengalaman tentang mengamalkan shalawat bersama teman-temanku. Niat awal hanya ingin mengabadikan perjalanan yang sederhana dan penuh makna. Tetapi di luar dugaan alhamdulillah tulisanku diterima banyak orang, bahkan ada yang termotivasi   untuk ikut mengamalkan sehari seribu shalawat. Selain yang pernah kutuliskan sebelumnya, sebetulnya sampai sekarang pun banyak keajaiban-keajaiban kecil yang aku dapat berkat fadhilah mengamalkan shalawat. Misalnya sebulan yang lalu aku sempat mengalami kesulitan perekonomian. Uang tabungan sudah defisit untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran yang tak terduga. Apalagi ketika musim nikahan di sana-sini, bayar arisan yang selalu nombokin, ongkos magang yang over budgeting , itu cukup membikin kepalaku mumet tak keruan. Ditambah uang saku yang diberikan ibu tidak seberapa dan kadang masing kurang. Sedihnya aku sampai harus jual kedua cincinku supaya bisa bayar arisan setiap minggunya. Samp