Skip to main content

Apa, Sih Yang Sebenarnya Dicari?

  • Setiap hari gue mencoba mengikuti apa yang lagi in di kalangan remaja. Ikutin semua media sosial. Nyari tahu apa yang lagi banyak disukai orang-orang. Nyari tahu isu apa yang lagi memanas. Ngikutin trend fashion para idola. Tiap hari kerjaannya mantengin timeline, entah instagram ataupun twitter, tapi di satu waktu gue merasa makin kosong. Nggak tahu apa yang sebenarnya gue cari. Bingung sama apa yang mau gue tuju.

    Apa karena kecintaan gue dengan dunia semakin menjauhkan gue dengan agama? Gue rela berjam-jam mainin gedget cuma buat buka instagram, tapi gue merasa berat luangin waktu sejam buat baca Al-Quran. Gue jadi takut, titik putih di hati gue lama-lama jadi menghitam. Takut hati gue mati rasa dan akhirnya lupa buat bersyukur.

    Gue merasa gak tahu apa-apa dan menjadi terbelakang kalo gue gak ngikutin jaman, pikir gue waktu itu. Gue selalu merasa khawatir masa depan gue bakalan susah diraih. Padahal di satu sisi takdir gue udah digariskan sama Tuhan.

    Gimana, ya. Gue jadi nyadar semakin gue mengejar dunia, maka Tuhan semakin jauh ninggalin gue. Kenikmatan yang dikasih Tuhan pun gue terima dengan biasa-biasa aja. Jalanin ibadah juga jadi gak nikmat.  Dan itulah yang selama ini gue takutin. Terlalu mencintai dunia sehingga membuat dosa-dosa gue semakin mengikat gue dan bikin gue jadi males ibadah.

    Ya Allah, padahal peran gue di dunia ini cuma numpang lewat aja. Gak beda jauh sama musafir, tapi kenyataannya gue lupa diri dan gak inget bakalan mati.

    Gue pun tersadar, semakin gue mencari dunia maka yang akan gue dapatkan cuma kehampaan semata. Masa depan gue cuma satu. Kematian. Namun, seolah-olah gue hilang ingatan dan merasa akan hidup selamanya.

    Gue lupa, ada sutradara yang selalu memantau gue 24 jam penuh. Penglihatannya gak pernah luput sedetikpun. Tapi apa? Gue ngerasa biasa-biasa aja ketika dosa gue semakin merajalela. Gue gak pernah berusaha istiqomah di Jalan yang dicintai-Nya. Lagi-lagi gue terperosok ke jurang kenikmatan dunia.

    Hampir tiap hari gue dengerin musik dan ngapalin liriknya, tapi hampir gak ada hari yang gue pake buat ngapalin Al-Quran meskipun cuma satu ayat. Gue udah amat dzolim sama diri gue sendiri.

    Gue keliru. Gue pikir gue udah hijrah. Tahunya gue masih jalan di tempat. Bahkan gue rasa gue semakin mundur ke belakang. Cuma penampilan gue aja yang berubah, tapi kualitas ibadah gue? Buruk.

    Gue cuma takut hati yang sudah menghitam gak bisa gue putihkan lagi ðŸ˜­ðŸ˜­
    Apasih yang sebenarnya dicari? Padahal yang paling dekat dengan diri ini hanyalah mati.




Comments

Popular posts from this blog

Sehari Seribu Sholawat

Sehari Seribu Sholawat Bismillaahir Rahmaanir Rahiim... Kamu tahu apa manfaat dari mengamalkan sholawat setiap hari? Jawabannya, manfaat sholawat banyak banget. Banget! Nggak kehitung, deh, seberapa banyak kemudahan yang bakalan kita dapat setelah mengamalkan sholawat. Cuma dengan sholawat, Insyaa Allah, kita bisa mendapatkan apa aja yang kita butuh. Percaya? Oke, nggak apa-apa kalau kamu nggak percaya. Tapi ini beneran! Aku nggak ngibul. Sumpah. Aku akan tulis tentang pengalamanku setelah mengamalkan seribu sholawat setiap hari sesuai dengan apa yang terjadi waktu itu, meskipun tidak terlalu detail, tapi itulah intinya. Aku tulis cerita ini, bukan maksud aku ingin dianggap sok suci, sok alim, atau pun riya karena ingin dipuji. Bukan, sama sekali bukan. Demi Allah, aku hanya ingin berbagi pengalaman yang sudah aku dan teman-temanku rasain selama di Lampung berkat ngamalin sehari seribu sholawat. Aku hanya ingin kamu yang membaca tul

Tak Semanis Nasib Anak Tetangga

Tak Semanis Nasib Anak Tetangga Source: Pinterest AKULAH Anindya, terlahir untuk diremeh-temehkan. Mungkin kau tak percaya atau bahkan tertawa kecil sambil berujar mana mungkin ada orang yang bernasib sedemikian buruk. Barangkali kau sudah mendengar cerita tentang diriku dari para petualang di penjuru negeri sehingga mendapat gambaran yang amat keliru tentangku. Aku lahir dengan nama kecil Anin. Bapak ku hanya seorang buruh pabrik biasa. Tak berdasi, apalagi punya banyak materi di sana-sini. Ibuku, Nunik, pun sama, sehari-hari kesibukannya hanya mengurusi dapur dan sumur. Namun, setelah menjelang Ma gh rib pekerjaannya bertambah satu:  mengajar anak-anak mengaji di surau dekat rumahku tinggal. Begitulah kiranya keadaanku. Aku bukan anak perempuan yang terlahir dari keluarga berada. Aku lahir di Magelang , tapi besar di Tangerang. Ibuku kelahiran Jawa, setelah ia memutuskan menikah dengan Bapak. Ibu langsung diboyong ke Tangerang untuk menetap di sana. Namun, sebulan

Nikmat Sholawat: Diutamakan Saat Kiamat

Tahun 2017 lalu, aku pernah mengulas sedikit pengalaman tentang mengamalkan shalawat bersama teman-temanku. Niat awal hanya ingin mengabadikan perjalanan yang sederhana dan penuh makna. Tetapi di luar dugaan alhamdulillah tulisanku diterima banyak orang, bahkan ada yang termotivasi   untuk ikut mengamalkan sehari seribu shalawat. Selain yang pernah kutuliskan sebelumnya, sebetulnya sampai sekarang pun banyak keajaiban-keajaiban kecil yang aku dapat berkat fadhilah mengamalkan shalawat. Misalnya sebulan yang lalu aku sempat mengalami kesulitan perekonomian. Uang tabungan sudah defisit untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran yang tak terduga. Apalagi ketika musim nikahan di sana-sini, bayar arisan yang selalu nombokin, ongkos magang yang over budgeting , itu cukup membikin kepalaku mumet tak keruan. Ditambah uang saku yang diberikan ibu tidak seberapa dan kadang masing kurang. Sedihnya aku sampai harus jual kedua cincinku supaya bisa bayar arisan setiap minggunya. Samp