Sehari Seribu Sholawat
Bismillaahir
Rahmaanir Rahiim...
Ini adalah cerita keduaku setelah mengamalkan sehari
seribu sholawat. Tahun lalu sempat nggak percaya, sih, bisa pergi jalan-jalan
ke Lampung berkat ngamalin sholawat. Tapi
sekarang – meskipun suka mangkir nggak sholawatan – percaya banget, kalau
sholawat itu banyak manfaatnya.
Sekali lagi kutegaskan, aku menulis cerita ini, bukan
maksud ingin dianggap paling baik, sok suci, riya atau apa pun itu yang
substansinya negatif. Aku menceritakan pengalamanku ini murni karena ingin
mengajak khalayak untuk selalu mengamalkan sholawat setiap hari. Berbagi kisah
inspiratif nggak harus Ustadz atau motivator, kan? Orang biasa sepertiku
juga boleh, kan? Selagi ada hal benar yang bisa diambil kenapa nggak, iya kan?
Eh, iya, iya, nggak basa-basi lagi, deh. Yasudah langsung
disimak, ya! Jangan lupa siapkan segelas kopi, supaya kamu semakin menikmati sepotong
kisahku ini. He he he…
Sebelum mulai ke cerita, aku hendak memberitahumu, di
mana posisiku yang sekarang. Sore ini, aku sedang di kantor tempatku magang,
tidak bersama secangkir kopi ataupun sepiring pisang keju, melainkan hanya
ditemani beberapa pekerjaan yang sudah menunggu.
***
Ceritanya seperti ini…
Beberapa waktu lalu, sempat dilanda sedih karena sepatuku
rusak parah. Sepatu yang kupunya tak lebih dari jumlah ibu jariku. Iya, hanya ada dua, dan itu pun kalau hujan suka merembes karena bawahan sepatunya sudah bolong. Jadi, kalau
hujan deras kakiku pasti kebasahan. Kalau kamu lihat seperti apa kondisi sepatu lusuhku itu, pastilah akan sedih dibuatnya. Ingin beli yang baru, tapi tak ada uang.
Kadang suka iri dengan teman-temanku yang sepatunya
bagus-bagus. Aku sampai berpikiran, mereka beli sepatu semahal itu dari hasil
uang sendiri atau dari orangtuanya kah? Kalau sudah muncul perasaan iri seperti
itu, aku hanya bisa mengelus dada sambil berujar, ”WAMAA INDALLAHI KHAIR” “apa yang ada di sisi Allah jauh lebih baik”. Selang
beberapa menit, alahmdulillah rasa
iri yang menyergap hati meredam padam.
Hal yang membikinku sedih bukan hanya karena tak kunjung
punya uang, namun lebih dari itu ada sesuatu yang berhasil membuat hatiku tersayat: ibu
tahu apa yang kuresahkan selama ini.
Hati anak mana pun akan terenyuh ketika mendengar
ibunya berujar seperti ini, ”Sepatunya sudah rusak, kok masih dipakai? Nanti kalau
Umi dapat arisan Umi belikan, ya.” Seharusnya aku yang membelikan ibu sepatu,
bukan justru sebaliknya.
Umurku sudah genap 20 tahun, bahkan sebentar lagi
menginjak angka 21. Rasanya tak patut bila di umurku yang tak muda lagi masih
berpangku tangan terhadap orangtua. Ya, meskipun aku sadar sekarang pun aku
baru bisa memberikan sedikit dari sisa gajiku di kantor. Selepas uangnya habis,
Ibu memberiku uang saku lagi. Anak macam apa aku ini. Tak mampu memberi, malah terus-terusan
meminta. Maaf L
Setiap kali hendak berangkat kuliah, kupandangi sepatu
kesayanganku. Sudah tak elok lagi rupanya, gumamku. Spontan aku membantin
dan bercerita kepada-Nya, “Ya Allah,
lihat deh, sepatuku sudah jelek. Tapi, gak apa-apa kok, masih bisa dipakai. Aku
minta uang buat beli sepatu, ya. Boleh?” barangkali obrolanku tadi
terdengar seperti orang gila putus asa. Namun hal itu benar adanya. Aku tak
membual sedikit pun. Sumpah!
Setelah itu aku langsung sholawatin. Nggak tahu persis
seberapa banyaknya, yang jelas selama di perjalanan aku senantiasa melantunkan
sholawat. Meskipun sesekali nggak sampai seribu tapi tetap kuusahakan setiap
hari itu selalu menyempatkan untuk baca sholawat.
Di cerita kali ini nggak sepanjang cerita Sehari
Seribu Sholawat Part 1. Tersebab, ada banyak tugas kuliah dan uas yang menyita
waktuku. Sebenarnya ini bukan alasan, sih. Ini jelas kemalasanku yang terlalu
cinta dunia. Jangan dicontoh, ya. Kamu harus lebih rajin daripada aku.
Aku akui, tempo hari aku tak memaksimalkan diri untuk baca sholawat. Aku masih sering mangkir dan nggak
sampai seribu kali. Akibatnya selama bulan Desember lalu, pengeluaranku terasa makin
banyak, sedangkan tak ada satupun pemasukan. Sampai akhirnya aku harus berutang
sana-sini. Tak ingin lebih terpuruk, aku pun kembali memutar haluan ke jalan yang benar; mengamalkan sholawat seribu kali. Tanpa mangkir.
Aku menargetkan selama 2 sampai 3 minggu ke depan aku harus punya uang. Persediaan uang benar-benar habis dan bingung minta kepada siapa lagi kalau bukan kepada Allah - Zat agung yang Maha Kaya.
Dan sekarang, aku tersadar. Aku mampu membeli sepatu baru karena
waktu itu sempat mengamalkan sholawat. Menunggu uang arisan, namun namaku tak
kunjung keluar sebagai pemenang. Minta ke orangtuaku pun sama saja; sama-sama
posisinya sedang krisis dan tak punya banyak uang.
Akhirnya, setelah 2 sampai 3 minggu mengamalkan sholawat, arisan
yang kutunggu-tunggu pun keluar. Ditambah, dapat gaji magang dari kantorku. Alhamdulillah, cukup untuk bayar kuliah
dan sisanya bisa untuk beli sepatu. Kalau diingat-ingat sedih, sih. Rasanya hidupku,
kok, susah sekali. Terlepas dari kesusahanku, aku tetap merasa nikmat dan bersyukur.
Aku tahu, kok, ceritaku kali ini amat sederhana. Boleh
jadi bukan hal yang penting untuk diceritakan kepada khalayak. Tapi niatku hanya ingin mengajak kamu untuk tidak lupa baca sholawat setiap hari. Meskipun
tidak sampai seribu, minimal sehabis salat wajib kita amalkan sholawat sebanyak seratus
kali.
Allah itu baik. Baik sekali. Allah nggak mungkin tidak memberikan apa yang
hambanya minta. Kalau sekiranya apa yang kita minta tak kunjung datang, bisa
jadi Allah sedang ingin melihat seberapa kuat usaha kita untuk mendapatkan apa
yang kita mau itu. Jangan putus asa, ya. Aku pun akan bertindak demikian.
Aku memiliki pesan kecil untukmu. Terserah mau kamu
dengar atau tidak pun tak masalah. Jika kamu sedang limbung tanpa arah dan membutuhkan pertolongan, carilah Allah terlebih dahulu. Pertama kali yang harus dilakukan adalah mintalah kepada
Allah. Selepas itu barulah kamu meminta bantuan kepada teman-temanmu. Karena semakin kita
memprioritaskan Allah, maka Allah pun
akan bertindak sebaliknya. Sekian ceramah dari Mamah Dedeh.
Berhubung sudah asar, cerita kali ini kusudahi dulu,
ya.
Selamat sore. Selamat sholawatan.
Comments
Post a Comment