RESOLUSI?
Gue punya sedikit keresahan tentang resolusi gue di tahun 2018
ini. Bukan, bukan maksudnya gue nggak punya target hidup atau pun mimpi. Tapi,
setiap gue membuat rencana hidup selama satu tahun ke depan, nggak ada satu pun
yang berhasil gue gapai. Sebentar, jangan dulu salah mengartikan. Nggak
berhasil digapai bukan berarti gue gak berusaha untuk mengapai apa yang gue
cita-citakan. Masalahnya, apa yang gue rencanakan dengan apa yang Allah
kehendaki amat jauh berbeda.
Beberapa tahun lalu sebelum masuk kuliah, gue membuat rencana
hidup untuk lima tahun ke depan. Awalnya ini hanya tugas yang diberikan oleh
guru BP. Beliau meminta semua murid untuk membuat rencana hidup dari lulus SMA
sampai lima tahun yang akan datang. Jujur, gue kesulitan. Sebab gue nggak tahu
apa yang akan terjadi di depan sana. Dengan niat yang kuat, gue berhasil
menyelesaikan tugas itu. Hal lain yang bikin gue kesulitan merancang target
hidup; gue salah satu spesies manusia yang hidupnya nggak teratur. Jangankan
membuat rencana hidup selama lima tahun, membuat jadwal kegiatan-kegiatan yang
akan gue lakukan selama satu minggu pun gue kebingungan, apalagi ini LIMA
TAHUN!
Kau tahu apa yang terjadi setelah gue berhasil menuliskan semua
target hidup untuk lima tahun yang akan datang? Percayalah, satu pun tidak ada
yang sesuai dengan apa yang gue tulis. Kok, bisa? Ya bisa lah.
Itu artinya rencana yang gue buat belum direstuin sama Allah. Boleh jadi Allah
punya rencana yang jauh lebih baik untuk kemaslahatan hidup gue nantinya.
Di bawah ini gue akan kasih tahu apa saja yang gue rencanakan tempo dulu:
Pertama: setelah lulus SMA, gue mau kerja dulu selama satu tahun untuk
nyari biaya kuliah. Gue nggak mau ngebebanin orangtua. Pasalnya, gue
satu-satunya anak yang minta lanjut sekolah sampai ke perguruan tinggi. Abang
gue semuanya hanya tamatan SMA saja. Di kampung gue, pemikiran orang-orangnya
masih sedikit primitif. Anak gadis kalau sehabis lulus SMA, nggak lama biasanya
langsung dinikahkan. Gilak! Gue nggak ada niatan untuk nikah
muda. Walhasil gue tetap meminta untuk lanjut sekolah meskipun gue tahu, biaya
kuliah itu mahal dan orangtua gue pasti bakalan kesusahan cari biaya. Tersebab
alasan itulah gue ingin kerja dulu, dan nunda kuliah selama satu tahun supaya
gue punya uang sendiri buat masuk kuliah. Mulia betulkan niat gue ini? Tolong, jangan
ketawa!
Kedua, berhubung gue anak IPA dan sedikit tergila-gila dengan
Matematika – meskipun selalu remedial kalau ulangan – Universitas Negeri
Jakarta (UNJ) adalah kampus pertama yang gue pilih. Ya pastinya dengan
mengambil program studi Matematika. Banyak yang bilang masuk Pendidikan
Matematika di UNJ itu susah. Apalagi kadar kemampuan gue di bidang hitung
menghitung masih pas-pasan. Tapi gue nggak nyerah, gue tetap menulis
di daftar rencana hidup gue; UNJ adalah kampus yang nantinya akan gue jadikan
sebagai proses belajar.
Ketiga, setelah wisuda, gue ingin menggantikan posisi Bu Eka – guru
Matematika yang dulu gue idolakan di SMA. Gue kepengin mengabdikan diri menjadi
guru Matematika di almamater sekolah gue.
Nggak perlu gue lanjutin, ya. Dari ketiga yang gue tulis di
atas, cuma sekadar jadi harapan belaka. Semuanya melenceng. Waktu itu, setelah
gue lulus SMA, alhamdulillah gue langsung nerusin kuliah. Ya,
meskipun bukan masuk di kampus yang gue inginkan. Gue sekarang kuliah di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dengan mengambil program studi Komunikasi Penyiaran
Islam. Serius gue nggak membual, awalnya gue nggak pernah kepikiran buat
lanjutin sekolah di UIN, apalagi ngambil program studi yang sama sekali bukan passion gue.
Itu pun banyak rintangan yang harus gue lalui. Berkali-kali gagal masuk PTN.
Sedih! Asli nggak bohong. Jalur raport, jalur SBM PTN, jalur undangan, semuanya
nggak ada yang lolos. Berkat niat dan tekad yang kuat buat nerusin sekolah,
akhirnya gue pilih UIN. Nggak hanya itu, gue pun dilema dengan program studi
yang akan gue ambil. Benar-benar bingung waktu itu. Lalu, gue memutuskan untuk
salat Istikhoroh. Cuma Allah yang Maha Tahu apa yang terbaik buat gue. Maka
setelah dapat pencerahan, gue memilih Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam
dan bertahan sampai sekarang.
Di awal tahun 2016 lalu, gue pernah juga bikin resolusi. Gue
manargetkan di tahun 2016, gue harus dapetin beasiswa. Bagaimana pun jalannya
harus gue tempuh. Berhasil? Ya, enggaklah. Tiga kali gue gagal dapetin
beasiswa. Tiga kali pula gue dibuat sedih karena gagal terus. Padahal udah
mati-matian nyiapin segala berkas yang ribetnya minta ampun. Di sini, gue masih
belum bisa belajar bersyukur. Kecewa usaha gue nggak pernah dikabulin, gue
sempat nyalahin ketentuan-Nya. Bilang Allah itu nggak adil lah, nggak
mempermudah urusan gue lah, pokoknya gue putus asa dan marah sama Allah.
Kenapa? mau protes? Itu kan, dulu. Sekarang udah nggak, kok. He he he inshallah.
Terlepas dari itu, gue jadi agak malas bikin resolusi.
Maksudnya, gue tetap menargetkan apa yang ingin gue capai, tapi selebihnya gue
serahkan semuanya kepada Tuhan Semesta Alam. Sebenarnya, masih
banyak hal tak terduga yang Allah kasih beberapa tahun terakhir ini. Rasanya
nggak akan cukup kalau diceritakan di sini. Terlalu banyak rencana hidup gue
yang melesat. Tersebab itulah gue nggak pernah membuat resolusi lagi.
Barangkali gue kesiangan baru membicarakan perihal resolusi di
tahun 2018 saat ini. Tapi, nggak apa-apa, gue akan tetap menceritakan sekalipun
kau enggan untuk membacanya. Di tahun 2017 kemarin, banyak sekali hal-hal tak
terduga yang gue dapatkan. Dimulai dari patah hati, kerasnya hidup, susahnya
mencari rezeki, dibeda-bedakan dalam hal apa pun, gue rasain semuanya di tahun
2017 yangAlhamdulillah telah mengajarkan gue banyak hal.
Tak ada yang mengira, di tahun 2017, kedua kalinya gue
kehilangan handphone. Belum genap 6 bulan tapi gue sudah mencetak
rekor kehilangan 2 handphone dalam rentang waktu yang
berdekatan. Keren!
Barangkali uang yang gue pakai untuk beli handphone kemarin,
ada rezeki yang nggak halal, makanya Allah hilangkan dulu untuk digantikan
sesuatu yang lebih baik lagi. Ternyata benar, Allah menggantikan semuanya dengan
sesuatu hal yang nggak pernah gue duga sebelumnya.
Di tahun 2017 kemarin, gue nggak pernah ngira bakalan dapat
kesempatan menjadi Asisten Editor di salah satu penerbit major. Meskipun cuma
Asisten Editor, tapi banyak banget yang gue pelajari di sana. Gue belajar
banyak tentang nulis dari naskah novel milik orang lain, gue pun jadi tahu
kelebihan apa saja yang gue punya selama ini, ya meskipun telat nyadar, sih.
Bahkan, gue dikasih kesempatan untuk menjadi MC Press
Conference selebgram yang gue idolakan; Gita Savitri Devi. Selama ini
gue cuma mengagumi sosok Gita di media sosial, bulan September lalu, gue
dipertemukan langsung. Ditambah ada nama gue di bukunya Gita. Sungguh ini
nikmat yang tak kasat mata, namun amat bermakna.
Gue punya keinginan untuk menulis sebuah buku. Barang tentu
banyak kaum yang sering melontarkan kalimat, ”kapan karyanya dibukukan?”,
“kapan tulisan di blog update lagi,” dan sederet pertanyaan
‘kapan’ lainnya. Ketahuilah, di dunia ini ada beberapa perjalanan yang
ditakdirkan lebih lama dari lainnya. Namun, bukan berarti tidak akan sampai
pada tujuannya. Hanya saja, waktu ingin lebih banyak memberi pelajaran dan
mengajari untuk lebih bersabar. Sebab, setiap orang memiliki peta kehidupannya
masing-masing yang tidak bisa disamakan antara satu dengan yang lain.
Mungkin bukan di tahun 2017 atau 2018 gue ditakdirkan punya buku
sendiri. Boleh jadi lima tahun ke depan, atau sepuluh tahun ke depan lebih
berarti daripada sekarang ini. Tidak ada yang tahu, kan? Lagipula, gue cukup
bersyukur, kok. Setidaknya, di tahun 2017 kemarin kurang lebih ada 7 novel yang
di dalamnya ada nama gue. Iya, gue tahu, cuma sebagai penyelaras aksara. Bukan
editor apalagi penulisnya.
Namun, dari apa yang sudah gue dapatkan dan gue lalui di tahun
2017, sedikit banyak telah merubahmindset gue. Terlebih soal
rezeki. Gue jadi jarang minta duit ke orangtua. Ini adalah sebuah
pencapaian yang luar biasa bagi gue. Dulu, gue selalu memandang rezeki itu
selalu hal-hal yang tampak saja. Dulu, gue baru bisa bersyukur kalau apa yang
gue mau bisa gue dapatkan. Tapi sekarang gue jadi paham, rezeki bentuknya tak
hanya yang tampak saja. Uang banyak cuma sekadar nominal. Sekarang, gue
tetap hepi sekalipun nggak ada uang yang gue kantongi.
Mengutip dari kata-katanya Panji Remdana, rezeki itu bukan
tentang seberapa banyak kita mendapatkan materi, bukan tentang sampai sejauh
mana kita bisa menaiki tangga karir, bukan pula tentang kedudukan yang nyata,
dan kekuasaan yang terasa. Rezeki adalah satu nikmat yang dapat dirasakan oleh
orang-orang yang pandai bersyukur. Mendapatkan rezeki yang penuh berkah adalah
tujuan utama nikmat rezeki dalam hidup, bukan yang banyak, pun bukan pula
yang tidak terbatas. Melainkan yang penuh dengan keberkahan.
Dan di tahun 2017 kemarin, banyak sekali kesusahan hidup yang
memberikan banyak pelajaran tentang bersyukur. Di samping itu, gue pun akan
mencoba belajar untuk mengabaikan omongan orang yang memandang gue sebelah
mata. Apalagi, kemarin itu terlalu banyak orang yang suka menyamakan kemampuan
gue dengan orang lain. Sedihlah kalau diceritakan di sini. Untuk kau kaum yang
suka meremehkan bahkan menyamakan kemampuan orang lain, ketahuilah menjadi
serupa itu tak enak. Pelangi saja indah sebab ia berbeda warna, kan? Sama
halnya dengan pelangi, setiap orang pun memiliki warnanya masing-masing. Kau
urusi saja warna hidupmu sendiri.
Terakhir, resolusi gue di tahun 2018: semoga bisa menjadi
pribadi yang selalu menebarkan benih kebaikan kepada semua orang. Yang paling
terpenting, sih, semoga gue nggak ‘murtad’ dari kekonsistenan nulis (lagi).
Biar tulisan di blog makin banyak, biar naskah cerita bisa selesai rampung. Ha
ha ha.
Apa pun mimpimu, teruslah berusaha untuk
mewujudkannya. Jika selama di perjalanan menggapai cita-citamu terlalu
banyak badai yang menerjang, berteduhlah sebentar. Istirahatkan dirimu sejenak.
Dan jangan lupa, mintalah bantuan kepada Tuhan supaya bebanmu menjadi ringan.
Ketahuilah, mimpimu tak akan terwujud tanpa adanya peran Tuhan.
Daaaaaaan, resolusi kau di tahun 2018 pun turut serta kudoakan.
Semoga apa yang belum sempat kau gapai di tahun lalu, bisa kau dapatkan di
tahun ini, ya.
Comments
Post a Comment